Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Partai Demokrat mendukung bakal calon presiden (bacapres) Prabowo Subianto di Pilpres 2024 dinilai sangat rasional selepas hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
“Hal itu lantaran Partai Demokrat memiliki catatan historis di Pemilu 2019 dalam mendukung Prabowo Subianto,” kata Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro kepada Bisnis, Senin (18/9/2023).
Dia menambahkan bahwa langkah politik ini juga dimuluskan oleh hubungan baik antara Prabowo dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Sejalan dengan itu, sambung Bawono, komunikasi antara SBY dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri yang nihil juga menjadi ganjalan bagi Demokrat untuk merapat ke koalisi pengusung Ganjar Pranowo.
“Padahal komunikasi langsung antara kedua tokoh bangsa itu penting untuk mencairkan kebekuan selama ini, dan memastikan apa peran dan posisi dari Partai Demokrat jika bergabung dalam barisan koalisi,” ujar Bawono.
Sementara itu, menurutnya, ada syarat mutlak yang harus dituruti Demokrat ketika bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang mengusung Prabowo.
Baca Juga
“[Demokrat] tidak boleh mematok nama ketua umum mereka AHY sebagai bakal cawapres untuk dipasangkan dengan Prabowo Subianto sebagai harga mati untuk berkoalisi,” katanya.
Hal ini salah satunya disebabkan oleh latar belakang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Prabowo sebagai tokoh dari dunia militer, sehingga kurang cocok apabila dipasangkan sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Diberitakan sebelumnya, SBY bersama AHY selaku Ketua Umum Partai Demokrat datang langsung ke kediaman Prabowo Subianto pada Kamis (17/9/2023) sore.
Pertemuan itu menandai bergabungnya Demokrat ke dalam barisan Koalisi Indonesia Maju yang telah diisi oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Gelora.