Bisnis.com, SOLO - Beberapa di antara kamu mungkin kenal dengan nama-nama pahlawan, tapi pernahkah kamu mendengar Abdul Muis?
Mungkin, tidak banyak orang yang mengenal pahlawan bernama Abdul Muis, padahal namanya telah diabadikan sebaga nama jalan di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Meski hanya jalan kecil sepanjang 3 kilometer, namun Jalan Abdul Muis merupakan tempat beberapa gedung bertingkat seperti Kementerian Perhubungan dan sebagainya.
Tapi tahukah kamu, Abdul Muis merupakan pahlawan pertama Indonesia? Ia ditetapkan oleh pemerintah sebagai Pahlawan nasional pada 30 Agustus 1959.
Semasa hidup, Abdul Muis aktif di dunia kewartawanan. Pada tahun 1901, ia bergabung sebagai wartawan. Sementara pecinta sastra mengenal Abdul Muis sebagai pengarang novel legendaris, Salah Asuhan, pada 1928.
Menurut catatan sejarah, Abdul Muis pernah menjadi anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia hingga korektor di harian De Preanger Bode.
Baca Juga
Selama aktif di dunia jurnalistik dan sastra, Abdul banyak membaca karangan-karangan Belanda yang berisi penghinaan kepada Indonesia.
Itulah yang kemudian mendasari tulisan Abdul Muis bertema pembebasan rakyat Indonesia dari belenggu Belanda.
Tentang Abdul Muis
Abdul Muis merupakan Pahlawan Nasional RI yang lahir pada 3 Juni 1883 di Sungai Puar, Sumatera Barat. Dia merupakan putra ketiga dari lima bersaudara.
Ayahnya, Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman, merupakan seorang demang atau semacam kepala distrik pada zaman Hindia Belanda.
Karena ayahnya adalah orang terpandang, Abdul Muis memiliki kesempatan untuk sekolah di beberapa sekolah ala Belanda.
Ia menamatkan sekolah di STOVIA sebelum akhirnya sekolah Kedokteran meskipun tidak tamat.
Meskipun tidak lulus sekolah kedokteran, kemampuan berbahasa Belanda Abdul Moeis sangat baik. Hal itu membuat dia diangkat menjadi klerk atau pegawai negeri pada Departemen Pendidikan dan Agama.
Saat itu, Abdul Moeis menjadi orang pertama yang diangkat menjadi klerk. Aktif di pemerintahan, Abdul Muis memanfaatkan posisinya untuk berjuang.
Dia pernah memimpin demonstrasi besar di Yogyakarta, pada 1922. Gentar akan kepemimpinannya, Belanda menangkap Abdul Muis dan membuangnya ke Garut, Jawa Barat. Dia menetap di Jawa Barat sampai hari terakhirnya, 17 Juni 1959.
Kemudian melalui Sarekat Islam, Abdul Muis mengajak anggotanya untuk mempersiapkan langkah kekerasan untuk merebut kemerdekaan, jika jalan damai terus gagal.
Atas perjuangan dan kontribusi yang diberikan, Presiden Soekarno kala itu kemudian menyematkan gelar pahlawan berkatsepak terjang Abdul Muis dalam mendesak Pemerintah Kolonial Belanda untuk memberi kemerdekaan pada Indonesia.