Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) RI memutuskan hukuman terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup dari sebelumnya hukuman mati.
"Pidana penjara seumur hidup," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi, dalam konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa (8/8/2023) petang.
Amar putusan hakim agung atas perkara nomor 813 K/Pid/2023 itu adalah menolak kasasi penuntut umum dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan.
"Menjadi melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama," ucapnya.
Keputusan tersebut diputus dalam sidang tertutup dengan Suhadi selaku ketua majelis; Suharto selaku anggota majelis 1, Jupriyadi selaku anggota majelis 2, Desnayeti selaku anggota majelis 3, dan Yohanes Priyana selaku anggota majelis 4.
Dalam persidangan perkara kasasi Ferdy Sambo, sambung dia, terdapat dua pendapat berbeda atau descending opinion (DO) dari lima majelis.
"Tadi, yang melakukan DO dalam perkara Ferdy Sambo, ada dua orang, yaitu anggota majelis 2 yaitu Jupriyadi dan anggota majelis 3 Desnayeti," rinci Sobandi.
Kedua anggota majelis itu, kata Sobandi, berbeda pendapat dengan putusan majelis yang lain. Jupriyadi dan Desnayeti berpendapat, mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu tetap divonis hukuman mati.
Lebih lanjut, terkait pertimbangan majelis diubahnya pidana hukuman mati Ferdy Sambo menjadi pidana penjara seumur hidup belum dijelaskan oleh Sobandi. Salinan putusan nantinya akan diunggah secara resmi oleh MA dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Ferdy Sambo divonis mati oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan pada Senin (13/2). Lalu, ia menyatakan banding pada Kamis (16/2/2023) atas putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan tersebut.
Pada persidangan Rabu (12/4/2023), majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak banding Ferdy Sambo dan menguatkan putusan PN Jakarta Selatan terkait vonis hukuman mati kepada dirinya.
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 796/Pid.B/2022/PN JKT.SEL tertanggal 13 Februari 2023 yang dipintakan banding tersebut," ujar Hakim Ketua Singgih Budi Prakoso dalam sidang putusan banding di PT DKI Jakarta.
Kemudian, Ferdy Sambo mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 12 Mei 2023.
Dilansir dari situs Kepaniteraan Mahkamah Agung, berikut profil hakim agung sidang putusan atas kasasi yang diajukan Ferdy Sambo:
Suhadi
Suhadi merupakan ketua kamar pidana Mahkamah Agung. Pria kelahiran Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB), 19 September 1953 dilantik menjadi Hakim Agung pada 9 November 2011.
Dia menjabat sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung sejak tanggal 9 Oktober 2018 menggantikan posisi Hakim Agung Artidjo Alkostar.
Suhadi memperoleh gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada 1978, dan gelar magister ilmu hukum dari Universitas STIH IBLAM pada 2002. Adapun gelar Doktor Ilmu Hukum diperoleh dari Universitas Padjajaran Bandung 2015. Hingga saat ini, Suhadi menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia.
Suhadi adalah hakim yang dikenal kerap menjatuhkan hukuman mati. Dalam perkara korupsi, dia juga dikenal keras.
Dia pernah menjadi ketua majelis yang mengubah hukuman Ketua DPRD Jawa Bara Irfan Suryanagara dan istrinya, Endang Kusumawaty, dari lepas menjadi 10 tahun penjara dalam kasus penipuan SPBU dan pencucian uang.
Saat bersama Artdijo Alkostar, Suhadi menjatuhkan hukuman mati kepada 5 gembong narkoba yang menyelundupkan 800 kg sabu. Mereka adalah Wong Chi Ping, Ahmad Salim Wijaya, Cheung Hon Ming, Siu Cheuk Fung, dan Tam Siu Liung.
Suharto
Hakim Agung Suharto merupakan hakim agung dari kamar pidana yang juga menjabat sebaga juru bicara Mahkamah Agung. Suharto menggantikan Andi Samsan Nganro yang memasuki masa purnatugas pada awal 2023.
Suharto merupakan hakim agung yang mulai memakai toga emas sejak 2021. Dia menjadi hakim agung setelah 4 kali ikut seleksi. Sebelum menjadi hakim agung, Suharto menjabat Panitera Muda Pidana MA.
Dia dikenal publik saat menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Suharto meraih S1 dari Fakultas Hukum Universitas Jember.