Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bau Anyir Proyek BTS Kominfo Telah Terendus Sejak Lama

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut bahwa proyek BTS Kominfo sejak awal memang penuh masalah.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate berjalan keluar gedung Kejaksaan Agung seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (17/5/2023). Bisnis/Suselo Jati
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate berjalan keluar gedung Kejaksaan Agung seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (17/5/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.

Kejanggalan tersebut disampaikan oleh BPK dalam hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Pengelolaan Belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun Anggaran 2021.

Laporan audit itu menunjukkan bahwa kejanggalan dan potensi kerugian negara telah terendus BPK jauh sebelum Menkominfo Johnny G. Plate ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi BTS 4G Kominfo pada Rabu (17/5/2023). 

Kekeliruan pertama yang ditemukan BPK ialah terkait penetapan lokasi pembangunan BTS 4G di 7.904 desa. 

Temuan itu menunjukkan bahwa penentuan lokasi proyek BTS Kominfo hanya didasarkan oleh data Dekstop Study tanpa adanya pengecekan langsung ke lapangan.  

Akibatnya, ada tower BTS yang dibangun di desa-desa yang ternyata telah ter-cover dengan sinyal 4G yang cukup. 

Adapun, hal tersebut menunjukkan bahwa alur pembangunan tower tidak dilakukan sesuai dengan flowchart proyek BTS 4G.

Pada flowchart proyek BTS 4G, proses pengecekan lokasi seharusnya dilakukan sebelum Purchase Order Capex atau penandatanganan kontrak pembelian. 

Kendati demikian, dalam proses pelaksanaannya, survei justru baru dilakukan usai penandatanganan kontrak pembelian. 

Kedua, BPK menemukan adanya pemborosan anggaran di proyek pembangunan BTS. Nilainya fantastis yaitu mencapai Rp1,5 triliun. 

Potensi pemborosan anggaran antara lain ditemukan pada dana belanja modal (capex) dengan nilai sebesar Rp1,4 triliun dan biaya operasional (opex) sebesar Rp52 miliar. 

Ketiga, terkait keterlambatan pembangunan tower BTS 4G di 4.200 desa. Sesuai jadwal yang ditetapkan Kominfo, proses tersebut seharusnya rampung pada 31 Desember 2021. Namun, hingga awal 2023, Kominfo baru membangun sebanyak 985 tower.

Dari total tersebut, dilaporkan bahwa tak ada satu pun tower yang bisa dioperasikan. 

Keempat, BPK menemukan kelemahan dalam pemilihan jenis kontrak yang digunakan dalam proyek pembangunan BTS. 

Ada dua jenis kontrak yang digunakan dalam proyek itu, yakni kontrak payung dan kontrak lumsum. 

Kontrak payung dinilai BPK kurang tepat untuk digunakan lantaran proyek BTS bukan merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan berulang dan barang yang diadakan bukan barang standar yang ada di pasaran. 

Sedangkan untuk kontrak lumsum, BPK menilai bahwa penggunaan kurang tepat karena proyek pengadaan BTS adalah pekerjaan konstruksi yang kompleks. 

Hal ini tergambar dari banyaknya perubahan spesifikasi dan lokasi pada kontrak yang dikarenakan sifat, serta risiko yang belum dapat ditetapkan secara tepat pada awal pengadaan kontrak. 

Kelima, BPK menemukan adanya kejanggalan dalam penentuan pemenang proyek. 

Pada proyek BTS di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku misalnya, Fiberhome-Telkominfra-Mulit Trans Data (FTI) yang menjadi pemenang proyek itu ternyata tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam membangun tower BTS. 

BPK menemukan bahwa pengalaman pembangunan BTS yang dilampirkan FTI dalam dokumen prakualifikasi merupakan salinan kontrak milik perusahaan Datang Mobile Communications Equipment Co., Ltd. (DT). 

Begitu juga dengan konsorsium Indonesia Bisnis Sejahtera (IBS) dan ZTE yang memegang proyek pembangunan BTS di wilayah Papua. 

BPK menemukan bahwa kedua mitra tersebut memiliki kekayaan bersih yang berada jauh di bawah syarat yang ditetapkan untuk mengikuti tiga paket pengadaan. 

Seperti diketahui, mitra harus memiliki kekayaan bersih sebesar Rp8,1 triliun untuk dapat mengikuti tiga paket pengadaan. 

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, kekayaan bersih kemitraan IBS-ZTE hanya mencapai angka Rp2 triliun. Angka tersebut merupakan akumulasi kekayaan milik ZTE Indonesia sebesar Rp 616,4 miliar dan IBS sebesar Rp1,46 triliun.

Versi BPKP

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menemukan kerugian negara mencapai lebih dari Rp8 triliun terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi BTS BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo tahun 2020-2022.

Ketua BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan bahwa kerugian negara pada kasus ini didapatkan setelah pihaknya mendapatkan bukti yang cukup.

“Berdasarkan semua yang kami lakukan dan berdasarkan bukti yang diperoleh, kami menyimpulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun,” kata Yusuf Ateh di Kejagung, Senin (15/5/2023).

Yusuf mengatakan bahwa kerugian negara kasus BTS Kominfo ini berasal dari tiga sumber yang ada. Pertama, biaya penyusunan kajian pendukung tower BTS.

Lalu, adanya mark-up biaya bahan baku pembangunan BTS dan biaya pembangunan tower BTS ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper