Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto menilai pendekatan bersifat win-win merupakan langkah tepat untuk mengatasi persoalan lahan vital negara baik yang sudah berstatus clean and clear maupun yang belum.
Hadi Tjahjanto menuturkan permasalahan lahan negara yang belum berstatus clean and clear perlu segera diatasi dengan tindakan yang tepat, dengan pendekatan win-win.
Dia menjelaskan pada tanah-tanah milik pemerintah dan BUMN yang tidak diduduki masyarakat, perlu dilakukan tindakan pencegahan yang efektif.
Menurutnya, instansi pemerintah dan BUMN pemilik tanah harus bersungguh-sungguh dalam menjaga tanahnya, dan pada saat yang bersamaan dilakukan edukasi kepada masyarakat.
"Setiap kali ada upaya pendudukan secara tidak sah, harus dilakukan upaya untuk mengatasinya, tanpa harus menunggu sampai pendudukan menjadi massif dan sulit diatasi," ujarnya dalam wawancara kepada Bisnis Indonesia dikutip, Selasa (14/3/2023).
Khusus untuk tanah pemerintah atau BUMN yang sudah terlanjur diduduki masyarakat, dia menilai penanganannya harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan gejolak sosial. Upaya pengosongan harus disertai dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyarakat.
Menurutnya, hal ini dapat dilakukan dengan memindahkan hunian masyarakat yang menempati tanah milik pemerintah atau BUMN ke lokasi lain, baik yang disediakan oleh pemilik tanah (pemerintah atau BUMN) maupun yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat dengan bantuan (subsidi) dari pemilik tanah.
"Yang tidak kalah pentingnya adalah upaya untuk menghilangkan faktor yang menjadi penyebab pendudukan tanah milik pemerintah atau BUMN," imbuhnya.
Apabila ada pihak yang secara sengaja melakukan tindakan melawan hukum yang berakibat pada pendudukan tanah milik pemerintah atau BUMN, harus diambil tindakan tegas.
Berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasi permasalahan di atas harus dilembagakan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Hal tersebut meliputi perencanaan tata ruang, yang merupakan proses merencanakan pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka memperbaiki kualitas hidup. Arahan pemanfaatan ruang yang disusun harus memperhatikan kebutuhan, potensi, dan limitasi wilayah perencanaan.
Proses ini juga melibatkan masyarakat sebagai pihak pengguna ruang melalui konsultasi publik. Dalam konteks pengamanan tanah milik pemerintah dan BUMN, rencana tata ruang harus mengalokasikan ruang yang memadai untuk hunian masyarakat, sehingga masyarakat tidak perlu memasuki tanah milik pemerintah atau BUMN untuk memenuhi kebutuhan huniannya.
Kemudiaan, pengelolaan pemanfaatan ruang melalui perizinan, baik untuk kegiatan berusaha maupun non berusaha (termasuk pembangunan rumah). Pada tahap ini, semua kegiatan pemanfaatan ruang harus memiliki dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang sudah sesuai dengan rencana tata ruang.
Apabila mekanisme ini dijalankan secara konsisten, pemanfaatan ruang pada tanah-tanah milik pemerintah dan BUMN oleh pihak yang tidak berhak dapat dicegah.
Hal ini karena ada ketentuan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang hanya dapat dijalankan setelah pemegang KKPR memiliki atau secara legal menguasai tanah di lokasi tersebut.
Selanjutnya, adalah terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang untuk memastikan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang.
"Pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif diyakini akan mampu mencegah kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menimbulkan gangguan terhadap fungsi ruang yang melekat pada tanah-tanah milik pemerintah atau BUMN, dan mencegah kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat menempatkan masyarakat dalam bahaya," tekannya.