Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Polandia bakal menggandeng Amerika Serikat (AS) untuk memulai pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir mereka di tengah krisis energi yang melanda seluruh Eropa akibat invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun ini.
Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir itu akan menggunakan teknologi yang aman dan teruji dari perusahaan pengembangan teknologi nuklir asal Amerika Serikat, Westhinghouse Nuclear.
“Setelah berbicara dengan Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Sekjen Energi AS Jennifer M. Granholm, kami memastikan proyek nuklir kami akan menggunakan teknologi yang aman dari Westhinghouse Nuclear,” kata Mateusz melalui cuitan di akun Twitter miliknya, dikutip Sabtu (29/10/2022).
Proyek itu ditaksir menelan investasi sekitar US$40 miliar dan diharapkan dapat menyerap 100.000 pekerja asal Amerika Serikat secara berkelanjutan.
“Kesepakatan ini tidak hanya menguatkan kerja sama kedua negara pada aspek ketahanan energi, tetapi saya pikir juga membawa pesan untuk Rusia bahwa Aliansi Atlantik bersama sama menjaga diversifikasi pasokan energi kita, untuk melawan perang energi Rusia,” kata Jennifer melalui sebuah cuitan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin disebut akan mengambil langkah ekstrem yakni menghentikan pasokan gas ke Uni Eropa jika sekutu Amerika Serikat (AS) itu bersikukuh menetapkan batas harga penjualan gas Rusia.
Baca Juga
CEO BUMN Energi Rusia Gazprom Alexei Miller mengatakan jika keputusan tersebut diambil secara sepihak, maka Uni Eropa mau tak mau harus menerima konsekuensi besar tersebut.
"Kami mengandalkan kontrak yang sudah ditandatangani. Keputusan sepihak semacam itu, tentu saja merupakan pelanggaran ketentuan penting dari perjanjian yang akan mengarah pada penghentian pasokan [gas]," kata Miller dalam wawancara bersama Russia 1 TV, dikutip dari Rusia Today, Selasa (18/10/2022).
Adapun, konflik yang terjadi antara Ukraina dan Rusia mendorong sanksi yang ditetapkan AS dan sekutunya terhadap aksi militer Rusia. Salah satunya dengan membatasi pembelian energi dari negara tersebut.
Belakangan ini, negara yang termasuk dalam G7 dan Uni Eropa tengah menggodok batas pembelian harga minyak dan gas dari Rusia di pasar global. Hal tersebut dinilai Rusia sebagai pelanggaran kontrak yang disepakati sebelumnya.
Ancaman tersebut senada dengan apa yang disebutkan Presiden Putin sebelumnya terkait pemberhentian pasokan energi. Strategi Putin ini tentunya akan mengerek naik harga komoditas energi di pasar global yang berpotensi semakin melonjak.