Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Rp78 Triliun, Kerugian Kasus Surya Darmadi Tembus Rp104,1 Triliun!

Kerugian kasus korupsi bos PT Duta Palma mencapai Rp104,1 triliun atau naik sebanyak Rp26,1 triliun dari penghitungan semula.
Petugas Keajksaan Agung mengawal tersangka kasus dugaan korupsi Surya Darmadi menggunakan kursi roda (tengah) di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/8/2022)./Antara
Petugas Keajksaan Agung mengawal tersangka kasus dugaan korupsi Surya Darmadi menggunakan kursi roda (tengah) di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/8/2022)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Bos PT Darmex Group Surya Darmadi sebagai tersangka kasus penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan di Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektar.

Perbuatan Surya dan Thamsir diduga menimbulkan tak hanya kerugian negara, tetapi juga perekonomian negara. Jumlahnya tak main-main mencapai Rp104,1 triliun atau naik Rp26,1 triliun dari nilai kerugian sebelumnya.

Jumlah kerugian ini tergolong cukup besar, bahkan yang paling besar jika dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya. Kasus korupsi Asabri, misalnya, kerugiannya hanya di kisaran Rp22 triliun. Begitupula dengan kasus korupsi Jiwasraya yang berada di kisaran Rp16 triliun.

"Kerugian negara mencapai Rp4,9 triliun dan perekonomian negara Rp99,2 triliun," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, Selasa (30/8/2022).

Lantas Kenapa Kerugiannya Begitu Besar?

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan kerugian perekonomian negara dalam kasus tersebut.

Ketut mengatakan bahwa PT Duta Palma anak usaha Darmex Group, tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang di dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.

Perbuatan Darmex Group tersebut mengakibatkan perekonomian negara rugi berupa hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya telah memperoleh manfaat dari hasil hutan untuk meningkatkan perekonomiannya serta rusaknya ekosistem hutan.

Adapun, kerugian perekonomian negara diatur dalam Pasal Undang-undang Tipikor Pasal 2 dan Pasal 3.

Kejagung pun sempat menyebutkan bahwa pembuktian delik merugikan perekonomian negara musti dihubungkan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah terkait pemulihan atau peningkatan perekonomian. 

Unsur tersebut, dapat dibuktikan tanpa membuktikan unsur kerugian keuangan negara terlebih dahulu.

Adapun, perkara ini menjadi kasus korupsi dengan kerugian perekonomian negara terbesar sepanjang sejarah hukum Indonesia.

Terbesar Dalam Sejarah

Kejagung sebelumnya sempat mengusut perkara dengan kerugian perekonomian negara yakni kasus izin impor tekstil. Kerugian perekonomian negara dalam kasus ini mencapai Rp1,6 triliun.

Kasus ini terjadi pada rentang waktu Januari 2018 hingga April 2020. Para pihak terkait dalam kasus ini, menjual tekstil yang telah diimpor kepada pihak lain.

Para pihak terkait juga mengimpor tekstil melebihi alokasi dengan mengubah dokumen impor berupa Invoice, Packing List, serta menggunakan Certificate of Origin (CoO) atau Surat Keterangan Asal (SKA) yang tidak benar.

Adapun, Para pihak terkait dalam kasus itu, yakni Mukhamad Muklas selaku Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam, Dedi Aldrian selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam, dan Hariyono Adi Wibowo selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam.

Berikutnya Kamaruddin Siregar selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam, serta Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.

Mereka bertanggung jawab terhadap pelayanan pabean dan cukai di KPU Bea Cukai Batam. Mereka juga kerap melayani dan mengurus importasi tekstil dari Singapura ke Batam yang dilakukan PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Lukman Nur Hakim
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper