Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR: Konsumsi BBM Naik, Pemerintah Harus Antisipasi Tekanan APBN

DPR meminta pemerintah membuat berbagai kebijakan untuk mengantisipasi tekanan terhadap APBN pada sisi subsidi energi pada tahun 2023 akibat tren konsumsi BBM.
Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022).  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com,  JAKARTA—Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah meminta pemerintah membuat berbagai kebijakan untuk mengantisipasi tekanan terhadap APBN pada sisi subsidi energi pada tahun 2023 akibat tren konsumsi BBM terus meningkat.

“Sebaiknya pemerintah segera membuat berbagai kebijakan untuk mengantisipasi tekanan terhadap APBN pada sisi subsidi energi pada tahun 2023,” ujarnya dalam keterangan kepada wartawan, Minggu (14/8).

Said Abdullah merujuk pada berbagai lembaga energi nasional dan internasional pada Juni dan Juli 2022 lalu yang menyampaikan forecasting konsumsi energi dunia yang akan naik pada tahun 2023.

Terkait hal itu, politisi PDI Perjuangan itu meminta pemerintah melakukan reformasi kebijakan subsidi energi sesegera mungkin. Salah satunya, mengubah subsidi energi yang semula berbasis komoditas menjadi berorientasi pada orang.

Dia memaparkn data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang menyebutkan dari 50,2 rumah tangga yang menerima program subsidi LPG 32 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah hanya menikmati 22 persen dari subsidi LPG, sementara 86 persen dinikmati oleh kelompok yang lebih mampu.

“Hal ini terjadi karena tabung LPG subsidi diperjualbelikan bebas dipasaran bersamaan dengan LPG non subsidi dengan selisih harga yang jauh, sehingga mayoritas rumah tangga menggunakan LPG subsidi,” katanya.

Dia juga menambahkan bahwa pada sisi lain subsidi listrik justru diterima oleh kelompok yang tergolong mampu secara ekonomi dan  ironisnya hanya 26 persen kelompok miskin dan rentan yang menikmati subsidi listrik. 

Hal serupa akan kita alami pada pertalite seiring dengan gap harga yang cukup jauh antara pertalite dengan pertamax. Migrasi konsumen pertamax ke pertalite akan berkonsekuensi beban subsidi pertalite meningkat, ujarnya.

Oleh sebab itu pemerintah perlu mengubah sasaran subsidi energi tertuju pada keluarga miskin, bukan komoditas, katanya.

Pada bagian lain, Said Abdullah meminta pemerintah melakukan renegosiasi kontrak pembelian minyak bumi untuk mendapatkan harga yang lebih ekonomis. Dengan posisi minyak Rusia yang masih terkena imbas pelarangan penjualan di Eropa dan Amerika Serikat, sesungguhnya sangat terbuka bagi Indonesia untuk mendapatkan pasokan minyak dari Rusia, kata Said Abdullah.

Mendorong peningkatan investasi pada sektor hulu migas agar hasil minyak bumi kita tidak bertumpu pada sumur sumur lama yang sudah uzur juga perlu dilakukan, katanya menyarankan. Sedangkan untuk mengurangi beban ketergantungan terhadap minyak bumi yang sedemikian besar, pemerintah perlu secara progresif menjalankan kebijakan konversi energi, katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper