Bisnis.com, JAKARTA -- Bareskrim Polri menetapkan Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atai Wanaartha Life (WAL) Yanes Yaneman Matulatua sebagai tersangka kasus penipuan.
Yanes menjadi tersangka bersama dengan enam orang lainnya yakni Yosef Meni, Terry Khesuma, Rezanantha Pietruschka, Daniel Halim, Evelina Larasati Fadil dan Manfred Armin Pietruschka.
Meski demikian penyidik kepolisian belum memutuskan untuk menahan para tersangka. Penyidik juga belum mau membeberkan peran dari ketujuh tersangka itu dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan uang nasabah.
Selain di kepolisian, kasus Wanaartha Life sejatinya pernah disorot Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan BPK bahkan tidak main-main. BPK menemukan adanya indikasi transaksi semu hingga suap yang menyeret nama perusahaan sekuritas.
1. Terdapat indikasi transaksi semu di Pasar Modal
BPK memaparkan bahwa pada 28 Desember 2018, PT WAL menjual saham Bank Banten (BEKS) sebanyak 15 miliar lembar seharga Rp50 kepada PT Fadent Consolidated Companies dengan total penjualan sebesar Rp750 miliar.
Namun menurut BPK, berdasarkan konfirmasi dari PT WAL yang merujuk pada laporan Bank Kustodian CIMB Niaga, pada 28 No. Kode Saham Nominal (Rp) Frekuensi Transaksi Desember 2018, PT WAL hanya menjual saham BEKS sebanyak 5 miliar lembar saham dengan nominal transaksi sebesar Rp250 miliar di Pasar Negosiasi kepada PT Fadent.
Baca Juga
Selanjutnya, pada 2 Januari 2019, PT WAL membeli kembali saham BEKS sebanyak 10 miliar lembar seharga Rp50 dengan nominal pembelian sebesar Rp500 miliar.
Berdasarkan konfirmasi dari PT WAL yang merujuk pada laporan Bank Kustodian CIMB Niaga, pada 2 Januari 2019, PT WAL membeli
kembali saham BEKS sebanyak 5 miliar lembar saham dengan nominal transaksi sebesar Rp250 miliar di Pasar Negosiasi dari PT Fadent.
"Kondisi tersebut mengindikasikan terdapat upaya untuk meningkatkan volume transaksi BEKS sehingga saham BEKS tersebut terlihat aktif ditransaksikan," tulis BPK dalam hasil audit PDTT Pengaturan, Pengawasan, dan Perlindungan Konsumen Sektor Industri Keuangan Non Bank pada OJK.
2. Transaksi REPO Tidak Dilaporkan KSEI
Wanaartha Life, tulis BPK mengakui melakukan transaksi pembelian saham REPO dengan Beny Tjokrosaputro (BT) sejak tahun 2016 sampai dengan 2018 dengan nilai transaksi sebesar Rp452,84 miliar.
Hasil penelahaan terhadap counterparty transaksi REPO tersebut menunjukkan bahwa sebesar Rp423,08 miliar atau 93 persn dari Rp452,84 miliar transaksi pembelian REPO tersebut teridentifikasi bahwa PT WAL membeli pada SBT atau pihak yang terkait dengan BT.
Namun, PT WAL mengakui bahwa seluruh transaksi REPO tersebut dilakukan dengan BT. Seluruh transaksi REPO sebesar
Rp452,84 miliar tersebut tidak dilaporkan kepada KSEI.
BPK menyebut bahwa Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Langsung 2021 PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha tersebut dapat diindikasikan sebagai tindakan yang dapat menurunkan nilai aset perusahaan asuransi dan sebagai transaksi semu di pasar modal.
3. Indikasi Suap Pengaruhi Keputusan investasi
BPK menemukan dalam pemeriksaan terkait dugaan transaksi suap dari sejumlah pejabat WAL. Pemeriksa BPK menyebut iniasal DH yang pada 24 September 2019 sebesar Rp550 juta dari HD yang merupakan sales manager Maybank Kim Eng Sekuritas.
"Hal ini karena pada tanggal tersebut, PT WAL juga diketahui melakukan transaksi jual dan beli saham antara lain dengan Maybank Kim Eng dan broker lainnya. Dengan demikian, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap penerimaan DH dimaksud dalam rangka memastikan keterkaitannya dengan transaksi saham PT WAL pada 24 September 2019."
Selain itu, BPK juga menemukan bahwa Fund Manager PT WAL berinisial FJR menerima dana dari rekening pribadi pegawai sekuritas dengan total nominal sebesar Rp2,71 miliar.
Selanjutnya, AAF selaku Kepala Divisi Internal Audit PT WAL menerima dana dari rekening pribadi FJR dengan total nominal sebesar Rp190,5 juta.
Selain itu BPK juga menemukan adanya transaksi yang tidak dapat dijelaskan. Setidaknya ada tiga transaksi yang diidentifikasi oleh BPK berasal dari sebuah sekuritas.