Bisnis.com, JAKARTA – Boris Johnson memutuskan akan mengundurkan diri dari posisi Perdana Menteri Inggris. Padahal kurang dari tiga tahun lalu, Johnson yang memimpin Partai Konservatif meraih kemenangan pemilu terbesar mereka sejak 1987.
Dia pernah selamat dari serangan Covid-19 yang hampir membuatnya kehilangan nyawa, tapi kemudian menjadi ujung tombak peluncuran vaksin massal pertama di dunia sehingga popularitasnya meningkat.
Sekarang, Johnson telah kehilangan dukungan dari anggota parlemennya dan akan mengundurkan diri.
Mengutip BBC, Kamis (7/7/2022), sejumlah skandal telah menghantam Pemerintahan Boris Johnson selama berbulan-bulan.
Ini 5 Penyebab Kejatuhan Boris Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris
1. Perselingkuhan Chris Pincher
Pada Rabu 29 Juni 2022, anggota parlemen Chris Pincher -pada saat itu menjabat sebagai Deputy Chief Whip- pergi ke klub malam di London. Dia dilaporkan minum terlalu banyak dan mempermalukan dirinya sendiri.
Dia dituduh meraba-raba dua pria, yang akhirnya berujung pada banyak tuduhan. Ini memicu serangkaian peristiwa yang berakhir dengan kejatuhan perdana menteri.
Baca Juga
Pertama, juru bicara pemerintah mengatakan Johnson tidak mengetahui tuduhan spesifik tentang Pincher sebelum menunjuknya sebagai Deputy Chief Whip pada Februari 2022
Pada tanggal 4 Juli, BBC melaporkan bahwa Johnson telah mengetahui adanya keluhan resmi. Keesokan harinya, seorang mantan pegawai negeri Lord McDonald mengatakan perdana menteri telah diberitahu tentang keluhan tersebut secara langsung.
Johnson kemudian mengakui bahwa dia telah diberitahu pada 2019, dan meminta maaf karena menunjuk Pincher sebagai deputy of whip.
2. Partygate
Pada April tahun ini, perdana menteri didenda karena melanggar aturan lockdown, setelah menghadiri pertemuan pada hari ulang tahunnya pada Juni 2020. Dia juga meminta maaf karena pergi ke pesta yang mengizinkan membawa minuman beralkohol sendiri, di taman Downing Street selama lockdown pertama.
Lebih jauh lagi, Polisi Metropolitan mengeluarkan 126 denda kepada 83 orang karena melanggar aturan lockdown di Downing Street dan Whitehall.
Dan sebuah laporan oleh Sue Gray, yakni seorang pegawai negeri senior menggambarkan serangkaian acara sosial oleh staf politik yang melanggar aturan lockdown.
Desember 2021, Johnson mengatakan kepada parlemen bahwa semua panduan diikuti sepenuhnya di Downing Street. Dia sekarang sedang diselidiki oleh komite parlemen mengenai apakah dia sengaja menyesatkan parlemen.
3. Krisis biaya hidup dan kenaikan pajak
Inflasi Inggris telah meningkat tajam pada 2022, ke tingkat saat ini sebesar 9,1 persen.
Banyak alasan berada di luar kendali Boris Johnson. Invasi Rusia ke Ukraina, misalnya, telah menyebabkan kenaikan harga minyak dan biaya makanan.
Saat pemerintah telah mengambil beberapa langkah, misalnya, dengan memotong bea bahan bakar sebesar 5 pence per liter, pemerintah juga melanjutkan dengan kenaikan pajak pada April 2022. Tak hanya itu, Asuransi Nasional juga naik 1,25 pence dalam pound.
Pemerintah mengatakan kenaikan pajak akan membayar untuk perawatan kesehatan dan sosial. Namun siapa pun yang berpenghasilan lebih dari £34.000 per tahun masih akan membayar pajak lebih.
"Di tengah krisis biaya hidup terburuk selama beberapa dekade, pemerintah menaikkan pajak pada pekerja,” kata pemimpin Partai Buruh Sir Keir Starmer pada April lalu.
4. Owen Paterson
Pada Oktober 2021, komite House of Commons merekomendasikan penangguhan 30 hari untuk anggota parlemen Konservatif Owen Paterson.
Panitia mengatakan dia melanggar aturan lobi lantaran mencoba menguntungkan perusahaan yang membayarnya.
Tetapi Partai Konservatif yang dipimpin oleh perdana menteri memilih untuk menghentikan penangguhannya, dan membentuk komite baru untuk melihat bagaimana penyelidikan dilakukan.
Setelah protes, Paterson akhirnya mengundurkan diri. Johnson kemudian mengakui bahwa dia telah "crashed the car" dalam penanganan kasusnya.
5. Kurang fokus dan kurang punya ide
Boris Johnson memenangkan mayoritas suara di belakang kebijakan yang jelas dan mudah diikuti, yakni Brexit.
Tapi sejak itu, kritikusnya mengatakan, ada kekurangan fokus dan ide di Downing Street.
Mantan penasihatnya yang menjadi kritikus utama, Dominic Cummings, berulang kali menuduh Johnson sebagai troli belanja yang tidak terkendali, berbelok dari satu posisi ke posisi lain.
Kritikus lain mempertanyakan filosofi perdana menteri. Pada Juni 2022, anggota parlemen Konservatif dan mantan menteri Jeremy Hunt menuduh Johnson kurang integritas, kompetensi, dan visi.