Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan memastikan Virus Corona sub varian Omicron BA.4 dan BA.5 sudah masuk ke Indonesia.
Dari laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI diketahui dua subvarian ini merupakan mutasi Virus Corona SARS-CoV-2 yang identik dengan karaktetristik unik, yaitu dapat menghindar dari imunitas tubuh manusia, khususnya dari vaksin dan dapat menyebar cepat.
Data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC), menyebut bahwa subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 merupakan turunan serupa dengan BA.1 dan BA.2 yang tengah menyebar di Afrika, Inggris, Eropa, dan Amerika Serikat (AS).
Dilansir Medical News Today, Sabtu (11/6/2022), sub varian BA.4 dan BA.5 memiliki mutasi identic, khususnya terjadi pada lonjakan protein. Bagian virus ini menempel pada reseptor di sel manusia. Inilah yang membedakannya dengan sub varian Omicron BA.2, karena setiap mutasi memiliki area virus yang berbeda.
Untuk diketahui, lonjakan protein itu penting, karena inilah yang digunakan virus untuk menginfeksi sel manusia sekaligus menentukan seberapa mudah virus itu menular. Ini juga merupakan bagian dari virus yang digunakan pada sebagian besar vaksin Covid-19.
Secara global, BA.2 memiliki perbedaan dalam urutan genetik dari BA.1, hal ini terlihat dari perbedaan asam amino dalam protein spike dan protein lainnya. Secara inheren, BA.2 lebih menular daripada BA.1 namun tidak ada perbedaan tingkat keparahan di antara keduanya.
Baca Juga
Sub varian BA.4 dan BA.5 dengan BA.1 dan BA.2 memiliki kesamaan, yaitu kebal terhadap imunitas tubuh manusia yang sudah tervaksinasi. Kekebalan itu yang menjadi kekhawatiran baru bagi lembaga kesehatan internasional, termasuk WHO.
Kasus Pertama
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 pertama kali terdeteksi pada Januari 2022 dan Februari 2022 di Afrika Selatan. Dikutip dari Medical News Today, ilmuwan Afrika Selatan mendeteksi BA.4 pada 10 Januari 2022.
Saat ini, BA.4 menyumbang hingga 35 persen dari hasil tes positif Covid-19. Sementara, sub varian BA.5 diidentifikasi pada 25 Februari dan telah menyumbang 20 persen kasus positif Covid-19 di sejumlah wilayah Afrika.
Di Indonesia, sub varian BA.4 dan BA.5 dilaporkan pada 6 Juni 2022. Satu kasus positif BA.4 merupakan WNI tanpa gejala dan sudah divaksin. Sedangkan, 3 orang positif BA.5 yang merupakan delegasi pertemuan the Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali pada Mei lalu.
"Dari laporan itu disampaikan bahwa transmisi BA.4 maupun BA.5 memiliki kemungkinan menyebar lebih cepat dibandingkan subvarian omicron BA.1 dan BA.2. Kemudian tingkat keparahan dari BA.4 dan BA.5 disampaikan tidak ada indikasi menyebabkan kesakitan lebih parah dibandingkan varian Omicron lainnya," kata Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril pada konferensi pers, Jumat (10/6/2022).
BA.4 dan BA.5 Jadi Perhatian
Jumlah kasus yang tercatat untuk kedua varian ini memang masih rendah. Namun, ada kemungkinan jumlah kasus sebenarnya cenderung lebih tinggi. Artinya, tanpa urutan tes positif varian ini tidak dapat diidentifikasi.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) mengklasifikasikan BA.4 dan BA.5 sebagai varian yang mendapat perhatian. Meski dalam tingkat keparahan belum ada peningkatan dibading varian sebelumnya, namun BA.4 dan BA.5 tampak lebih menular.
Sementara itu, pakar kesehatan yang juga Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan peningkatan tren kasus Covid-19 di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir perlu disikapi dengan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui pangkal masalahnya. Boleh jadi sub varian Omciron BA.4 dan BA.5 menjadi penyebab.
"Covid-19 jelas memang masih pandemi, sebagaimana disampaikan pimpinan WHO pada pertemuan kesehatan sedunia 22 Mei 2022. Tegasnya, kebijakan memang harus diputuskan dengan amat hati-hati dengan melihat kenyataan yang ada," kata Tjandra melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (10/6/2022).
Dia membenarkan bahwa kenaikan kasus saat ini masih berada di bawah indikator WHO, sehingga situasi masih belum membahayakan.
Tapi dalam kesehatan masyarakat, kata Tjandra, yang perlu dilihat bukan hanya angka mutlak sesaat, tetapi juga mempertimbangkan tren laju kasus.
"Sudah jelas sekarang kita berhadapan dengan tren yang meningkat. Sudah sampai dua kali lipat," ujarnya.
Karena itu, Tjandra mendorong seluruh otoritas terkait untuk mewaspadai situasi serta melakukan tindakan yang jelas.
"Segera melakukan analisa, kenapa ada kenaikan sampai dua kali lipat ini, apakah karena BA.4 dan BA.5 atau varian maupun sub-varian lain. Atau masih merupakan dampak libur Lebaran yang sudah hampir dua bulan berlalu, atau ada sebab lain,"ucapnya.
Selain itu, Tjandra juga mendorong dilakukan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) untuk mengetahui tentang ada tidaknya varian atau subvarian baru.
"Pemeriksaan WGS harus ditambah jumlahnya, bukan hanya untuk tamu acara internasional di Bali dan lainnya," katanya.