Bisnis.com, JAKARTA--John Lee ditetapkan sebagai pemimpin baru Hong Kong pada hari ini setelah proses pemungutan suara tertutup dan dia adalah satu-satunya kandidat yang memenuhi syarat.
Pengangkatannya secara luas dilihat sebagai langkah untuk memperketat cengkeraman China di wilayah kota itu sebagaimana dikutip ChannelNewsAsia.com, Minggu (8/5/2022).
Dikenal sebagai pendukung setia Beijing, Lee mendukung tindakan tegas yang terkadang disertai kekerasan terhadap para pemrotes pro-demokrasi pada 2019. Lee dilantik untuk menggantikan Kepala Eksekutif Carrie Lam.
Para pemimpin Hong Kong dipilih oleh komite tertutup yang terdiri dari sekitar 1.500 anggota, yang hampir semuanya loyalis pro-Beijing meskipun kali ini hanya ada satu orang untuk mereka pilih.
Lee, yang merupakan mantan Kepala Sekretaris dan pejabat tertinggi kedua di kota itu, selalu dianggap sebagai pengganti yang disukai untuk Lam yang sebelumnya mengumumkan bahwa dia tidak akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua.
Akan tetapi, meskipun Lee mendapat dukungan Beijing, dia sangat tidak populer karena perannya dalam mengawasi tindakan keras terhadap para pemrotes selama demonstrasi atas RUU Ekstradisi yang kontroversial pada tahun 2019.
Lee terus mendukung RUU meskipun terjadi kerusuhan dan mendapat kecaman keras karena penggunaan meriam air oleh polisi, peluru karet, gas air mata dan kadang-kadang peluru tajam untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Pada tahun 2020, dia juga mendukung penerapan Undang-undang Keamanan Nasional kontroversial yang mengkriminalisasi sebagian besar bentuk protes dan perbedaan pendapat politik. Produk legislasi itu juga mengurangi otonomi kota.
Lee menyatakan bahwa hukum akan membantu memulihkan "stabilitas dari kekacauan".
Dia diangkat ke jajaran kepemimpinan tahun lalu sebagai tanda niat Beijing untuk fokus pada keamanan di Hong Kong, menurut para analis.
Perannya dalam penerapan undang-undang tersebut menyebabkan dia mendapat sanksi AS bersama belasan pejabat lainnya, dan pemblokiran YouTube pada kampanye pemilihan 2022-nya.
Hong Kong diserahkan kembali ke China dari Inggris pada tahun 1997 di bawah perjanjian bahwa hak-hak seperti kebebasan berkumpul dan kebebasan berbicara akan dijamin di wilayah tersebut.
Namun para kritikus mengatakan hak-hak itu semakin terkikis ketika otoritas Hong Kong menindak perbedaan pendapat di kota itu. Dukungan kuat Lee terhadap kebijakan Beijing telah memicu kekhawatiran bahwa kepemimpinannya akan mengantarkan era pengawasan ketat oleh China terhadap wilayah semi-otonom.