Bisnis.com, JAKARTA - Turki menutup seluruh wilayah udaranya untuk pesawat sipil dan militer Rusia yang terbang ke Suriah.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu. Pengumuman tersebut menandai salah satu tanggapan terkuat hingga saat ini oleh Turki terhadap serangan militer Rusia di Ukraina.
Pemerintah Ankara selama ini membina hubungan dekat dengan Moskow, meskipun menjadi anggota aliansi pertahanan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
“Kami menutup wilayah udara untuk pesawat militer Rusia dan termasuk bahkan pesawat sipil yang terbang ke Suriah. Mereka memiliki waktu hingga April, dan kami telah memintanya pada bulan Maret,” ujar Cavusoglu seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Minggu (24/4).
Cavusoglu mengatakan bahwa dia telah menyampaikan keputusan itu kepada mitranya dari Rusia, yaki Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov yang kemudian menyampaikannya kepada Presiden Vladimir Putin.
"Satu atau dua hari kemudian, Putin telah mengeluarkan perintah, kami tidak akan terbang lagi," kata Cavusoglu kepada wartawan Turki di atas pesawat saat terbang ke Uruguay.
Cavusoglu menambahkan bahwa larangan itu akan berlaku selama tiga bulan. Tidak ada tanggapan segera atas pengumuman Turki dari Rusia, yang bersama-sama dengan Iran telah menjadi pendukung penting Presiden Suriah Bashar al-Assad selama perang saudara di negara yang dilanda perang itu.
Hubungan Ankara dengan Moskow sempat meledak setelah Turki menembak jatuh sebuah pesawat tempur Rusia di dekat perbatasan Turki-Suriah pada tahun 2015.
Namun, hubungan mereka telah membaik sampai invasi Rusia ke Ukraina, yang dipandang Turki sebagai mitra dagang penting dan sekutu diplomatik.
Turki berusaha menengahi untuk mengakhiri konflik, menjadi tuan rumah pertemuan antara negosiator Rusia dan Ukraina di Istanbul, dan pertemuan lainnya antara Lavrov dan mitra Ukraina Dmytro Kuleba di Antalya.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sekarang mencoba untuk mengatur pertemuan puncak antara Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Meski demikian, Cavusoglu mengakui bahwa prospek pembicaraan semacam itu pada saat ini masih suram.