Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meningkatkan pemantauan dan kemampuan deteksi dini terhadap transaksi-transaksi terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme.
Kepala PPATK Ivan Yustiavanda memaparkan bahwa pihaknya tengah menginisiasi pembahasan undang-undang mengenai perampasan aset. Menurutnya jika beleid ini berlaku, upaya pemerintah untuk memerangi praktik TPPU, termasuk pendanaan terorisme bakal lebih optimal.
"Selama ini dalam beberapa kasus PPATK dan Polri maupun penegak hukum lainnya mengalami kesulitan melacak aset tersangka karena sudah tidak ada di Indonesia," kata Ivan, Selasa (5/4/2022).
Ivan memaparkan bahwa konsep perampasan aset telah diterapkan di sejumlah negara dan terbukti efektif untuk memiskinkan para pelaku kriminal.
Sementara itu, Anggota komisi III dari Fraksi Golkar, Adde Rosi Khoerunnisa pada rapat kerja tersebut menyebutkan bahwa terdapat aliran dana ke beberapa lembaga di Indonesia.
“Terdapat 8 lembaga terduga teroris yang mendapatkan aliran dana dari oknum-oknum tertentu. Apakah hasil akhir tersebut telah dilaporkan kepada PPATK?” ujar Adde Rosi.
Baca Juga
Tahun 2021, PPATK telah membentuk Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR). Sistem tersebut merupakan pengelolaan informasi terduga pendanaan terorisme terintegrasi dan menjadi media pertukaran informasi antara PPATK, pemangku kepentingan dan Penyedia Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut PJK.
Aliran dana ke lembaga terduga terorisme sering dijumpai di Indonesia. Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) telah menyelidiki aliran dana kelompok teroris Jamaah Islamiah (JI) di Lampung.
“Penelusuran tersebut demi mengetahui secara rinci berapa nilai yang didapat dari pengumpulan dana kelompok teroris,” ujar Brigjen Pol Ibnu Suhendra, Senin (8/11/2021).