Bisnis.com, JAKARTA - Serangan pasukan Rusia ke pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia di Kota Enerhodar, Ukraina menuai kecaman dari para pemimpin dunia karena dinilai sangat membahayakan dan akibatnya sangat fatal.
Dikutip melalui akun Twitter @DmytroKuleba, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba melalui cuitannya mengatakan PLTN ini disebut-sebut bakal memberikan dampak sepuluh kali lebih besar dibandingkan PLTN Chernobyl bila meledak.
Bahkan, dia menilai kiamat nuklir yang lebih parah akan terjadi dibandingkan Chernobyl jika PLTN terbesar di Eropa itu meledak.
"Rusia menembak Zaporizhzhia dari segala arah, PLTN terbesar di Eropa. Kebakaran sempat terjadi. Jika itu meledak, maka [ledakannya] akan jadi 10 kali lebih besar dari Chernobyl. Rusia harus menghentikan serangan dan membiarkan pemadam kebakaran masuk untuk mengamankan situasi," ujarnya, dikutip dari akun Twitter @DmytroKuleba, Jumat (4/2/2022).
Lebih lanjut, Kuleba meminta pasukan Rusia berhenti menyerang PLTN terbesar di Eropa tersebut, sebab PLTN Zaporizhia diketahui memasok sekitar 40 persen tenaga nuklir negara itu.
Dikutip melalui The Times, Juru Bicara PLTN Zaporizhzhia Andrei Tuz mengatakan kebakaran terjadi di PLTN akibat dari serangan berbagai sisi yang dilakukan oleh Rusia pada Jumat (4/3).
"Akibat penembakan oleh pasukan Rusia di PLTN Zaporizhia, kebakaran terjadi," katanya seperti dilansir The Times, Jumat (4/3/2022).
Presiden Ukraina Volodymr Zelensky pun menuduh Rusia mencoba mengulangi bencana nuklir Chernobyl. Adapun, dirinya mengaku telah berbicara dengan para pemimpin internasional, termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tentang kebakaran di PLTN Zaporizhzhia akibat serangan Rusia.
Sekadar informasi, Reaktor nuklir di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia, Ukraina, dilaporkan terbakar akibat serangan militer Rusia. Kerusakan PLTN itu terbilang menakutkan karena efeknya bisa sangat berbahaya dan mematikan bagi manusia.
Dikutip melalui Green Peace, PLTN Zaporizhzhia pertama kali dibangun pada 1979, kemudian mulai beroperasi pada 1984. Adapun, pembangkit ini memiliki enam reaktor nuklir yang total menghasilkan listrik hingga 6.000 megawatt. PLTN Zaporizhzhia merupakan yang terbesar di Eropa dan terbesar kesembilan di dunia.
PLTN Zaporizhzhia menghasilkan 19 persen listrik Ukraina pada 2020. Selain memiliki enam reaktor besar, pembangkit ini juga memiliki enam kolam pendingin dengan ratusan ton bahan bakar nuklir radioaktif tinggi.
Sementara itu, menurut laporan The Guardian, tiga reaktor yang sebelumnya beroperasi telah ditutup sejak dimulainya invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini dilakukan untuk menghindari skenario terburuk, di mana ledakan menghancurkan penahanan reaktor dan sistem pendingin, PLTN Zaporizhzhia berpotensi melepaskan radioaktivitas dari inti reaktor.
Jika kolam bahan bakar nuklir terbakar, bekas kebakaran meluap ke atmosfer dan dapat menciptakan bencana yang jauh lebih buruk daripada bencana PLTN Fukushima Daiichi pada 2011.
Layanan Darurat Negara Ukraina melaporkan bahwa radiasi di pembangkit tersebut dalam batas normal dan kondisi kebakaran di pembangkit tersebut normal. Dilaporkan bahwa kebakaran terjadi di sebuah gedung di luar pembangkit listrik.
Mereka kemudian melaporkan unit daya ketiga di pembangkit itu terputus pada pukul 2.26 pagi, meninggalkan hanya satu dari enam unit pembangkit, unit keempat, yang masih beroperasi