Bisnis.com, JAKARTA - Polemik vaksin halal mengundang perhatian akademisi perguruan tinggi Islam, termasuk dari Universitas Islam Negeri Sumatra Utara.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumut, Zulham menegaskan sertifikasi halal vaksin Covid-19 sangat penting. Secara filosofi, tuturnya, sertifikasi halal ini memiliki tiga hal penting yakni untuk mengidentifikasi produk vaksin, lalu memberikan informasi pasar kepada masyarakat apa yang terkandung di dalam produk tersebut.
"Hal ketiga, sebagai produk pemasaran,” tuturnya dalam diskusi bertajuk Konstruksi Hukum Vaksin Halal Haram, Rabu (19/1/2022). Adapun kegiatan itu diselenggarakan oleh Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI).
Dia mengatakan, kepentingan sertifikat halal untuk melindungi kegagalan negara dalam pasar sebab kegagalan informasi produk akan mengganggu pasar yang akhirnya dapat berdampak pada kegagalan suatu negara.
"Isu sertifikat halal dapat mengganggu pasar. Makanya di luar negeri, isu kehalalan itu sangat ketat karena dapat menjaga keamanan negara," jelasnya.
Dia menambahkan negara memiliki tiga peran yakni menjamin keadilan, kesejahteraan, dan ketertiban. Ketiga peran itu akan bermuara pada perlindungan kepada setiap warga negara.
Untuk memutus rantai pandemi Covid-19, kini pemerintah mempercepat program vaksinasi. Hal ini terlihat dari Pasal 34A Perpres No. 14 tahun 2021 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib mengikuti vaksinasi Covid-19.
Sementara itu, dalam perspektif Undang-Undang Nomor 31 tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), setiap produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.
Selain itu, dia menilai masyarakat sebagai konsumen dalam program vaksinasi, maka mesti merujuk juga kepada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif YKMI, Ahmad Himawan kecewa kebijakan pemberian vaksin Covid-19 dosis booster tidak mempertimbangkan kehalalan produk.
"Kami kecewa, surat edaran Kementerian Kesehatan tentang vaksinasi Covid-19 dosis lanjutan tidak mempertimbangkan kehalalan," katanya.
Mestinya, kata dia, pemerintah mempertimbangkan faktor kehalalan vaksin booster tersebut karena mayoritas penduduk pengguna vaksin adalah umat muslim.