Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ogah Proses Kepala Desa, KPK: Biayanya Gede, Tidak Efektif!

Penyidikan kasus korupsi di tingkat desa dinilai tidak efektif dan memakan biaya besar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) menggelar konferensi pers tentang operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kalimantan Selatan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri) menggelar konferensi pers tentang operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kalimantan Selatan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/9/2021). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan bahwa lembaganya enggan memproses korupsi yang dilakukan kepala desa atau uang curian nominal kecil ke pengadilan.

“Biayanya lebih gede. Artinya apa? Tidak efektif, tidak efisien. Negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh,” katanya saat sambutan acara internal.

Alex menjelaskan bahwa apabila demikian, maka pelaku korupsi lebih baik untuk mengembalikan uang yang diambil.

Dia juga mengusulkan agar ada upaya yang bisa membuat jera. Misalnya melalui musyawarah desa untuk memutuskan hukuman yang setimpal.

“Tidak semata-mata upaya pemberantasan korupsi itu berakhir di pengadilan atau keberhasilan pemberantasan korupsi itu dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan. Tidak seperti itu,” jelasnya.

Setidaknya ada ribuan laporan dari masyarakat yang diterima KPK terkait kades. Untuk mengatasi itu, lembaga antirasuah berkoordinasi dengan Kementerian Desa, Pembangungan Daerah Tertinggial, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) agar bisa ditindaklanjuti.

“Apa KPK tidak menindak kades juga? Tentu iya kalau ada hubungannya dengan penyelenggara negara atau aparat penegak hukum,” ucapnya.

Inilah yang terjadi di Probolinggo. Setidaknya ada 20 orang yang diciduk KPK. Padahal mereka belum menjadi kepala desa, tapi Plt.

Alex meyakini dengan menyuap lalu mendapat jabatan tersebut, mereka bisa mendapat sesuatu dari situ. Di sinilah niat jahat untuk korupsi muncul.

“Sekarang desa itu mengelola rata-rata Rp1,6 miliar. Masa jabatan kades 6 tahun. Rp1,6 miliar dikali 6 tahun sekitar Rp9 miliar,” jelasnya.

Alex menuturkan bahwa apabila dari total dana desa tersebut dicomot 10 persen, maka yang bisa diperoleh Rp900 juta. Para penyuap jabatan masih bisa untung kalau memberi mahar Rp500 juta.

“Hitung-hitungannya sesederhana itu. Itu informasi yang kami terima juga ketika ada kontestasi kades di berbagai daerah. Untuk sekadar tampil dan belum tentu menang, mereka sudah berani membayar atau mengeluarkan uang. Karena harapnnya seperti itu,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper