Bisnis.com, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembentukan UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat atau inkonstitusional sepanjang tidak diperbaiki pembentuk UU patut diapresiasi. Meski begitu, putusan tersebut membingungkan dan bukan dianggap sebagai kemenangan sepenuhnya.
“MK mengonfirmasi buruknya proses perumusan UU Cipta Kerja. Bila tidak ada putusan ini, maka praktik buruk ini bisa mendapat legitimasi, sehingga mungkin akan terus berulang,” katanya saat dihubungi, Jumat (26/11/2021).
Bivitri menjelaskan, bahwa bila dilihat dari amar putusan dan adanya empat dari sembilan hakim yang berbeda pendapat, ini terlihat seperti jalan tengah. Akibatnya, menimbulkan kebingungan.
Putusan menyebutkan bahwa sebuah proses legislasi UU Cipta Kerja inkonstitusional. Artinya, sebenarnya sebuah produk yang dihasilkan dari proses yang inkonstitusional ini juga inkonstitusional sehingga tidak berlaku.
“Tetapi putusan ini membedakan antara proses dan hasil, sehingga yang dinyatakan inkonstitusional hanya prosesnya, tetapi UU-nya tetap konstitusional dan berlaku,” jelasnya.
Berdasarkan catatan Bivitri, adanya putusan yang mengabulkan permohonan terkait uji formil adalah yang pertama dalam sejarah.
Baca Juga
Namun, bila melihat rekam jejak MK, publik juga bisa melihat bagaimana MK selalu melakukan pertimbangan politik, tidak hanya hukum. Itu sebabnyaputusan inkonstitusional bersyarat selama 2 tahun menjadi jalan keluar.
“Meski dikabulkan, sebenarnya ini bukan sebuah kemenangan bagi pemohon karena UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai 2 tahun lagi. Yang masih bisa sedikit melegakan adalah karena tidak boleh lagi ada peraturan pelaksana dalam 2 tahun ini. Tetapi inipun berarti peraturan pelaksana yang sudah ada dan penuh kritik tetap berlaku,” paparnya.
Untuk selanjutnya, Bivitri mengatakan bahwa uji materil terkait UU Cipta Kerja yang masih berlangsung tetap harus dipantau untuk melihat norma-norma yang mungkin dinyatakan inkonstitusional ataupun ditafsirkan MK. Ini juga akan menyumbang pada pembahasan selama dua tahun ke depan.
Sedangkan DPR dan Pemerintah wajib memelajari dengan baik pertimbangan MK untuk memperbaiki proses legislasi dalam memperbaiki UU Cipta kerja seperti yang diperintahkan.
Dua Tahun
Dengan begitu, semua asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus dipenuhi secara substantif. Menurutnya, dua tahun bukan waktu yang sedikit untuk memulai kembali proses legislas.
“Kita semua harus mengawasi apakah pemerintah benar-benar menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dan tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja,” paparnya.
Dalam amar putusan, MK menyatakan pembentukan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam wkatu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan.”
MK juga menyatakan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan.
“Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," tutur Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan amar putusan, Kamis (25/11/2021).
Selanjutnya, amar putusan menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan undang-undang, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja, harus dinyatakan berlaku kembali.
Amar putusan uji formil dan materiil juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja,” lanjut Anwar.