Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sepakat melakukan pencegahan korupsi pertanahan, melalui kajian sistem pengelolaan administrasi penerbitan sertifikat tanah dan kajian pelayanan publik terkait pengukuran tanah untuk kepastian hukum.
Hal ini berangkat dari banyaknya keluhan terkait pertanahan, termasuk sengketa tanah dan tingginya kasus mafia tanah.
“Hal ini menjadi tugas monitoring terkait kajian sistem pengelolaan administrasi untuk lembaga negara dan lembaga pemerintahan,” kata Pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar dalam keterangan resmi, Jumat (15/10/2021).
Lili menjelaskan, kajian sistem pengelolaan pertanahan kali ini berfokus pada pendaftaran, pengukuran, serta penyelesaian sengketa dan konflik. Dia memaparkan, sejak 2017 sampai dengan 2021, terdapat sekitar 841 keluhan terkait dengan pertanahan yang KPK terima.
“Isu ini juga menjadi substansi yang sangat tinggi jika kita lihat, termasuk di pengadilan tipikor, PTUN, isu ini juga menjadi salah satu yang sering disengketakan,” terang Lili.
Menteri ATR/BPN Sofyan A. Djalil menyambut baik upaya KPK dalam menertibkan tata kelola pertanahan.
“Ada dilema besar dan pengawasan yang kurang dan tidak terlalu efektif, sehingga jutaan hektar HGU dan HGB yang diberikan kurang sesuai. Tetapi kita juga tidak punya kapasitas dan mandatory untuk mengawasi,” ungkap Sofyan
Sebelumnya, KPK juga telah melakukan kerja sama dengan dengan beberapa instansi di pemerintah pusat dan daerah, serta BUMN/BUMD dalam penataan tata kelola bidang tanah sebagai salah satu upaya penyelamatan aset negara.
Lili berharap sistem pengarsipan pertanahan didorong untuk terdigitalisasi. Hal ini guna menghindari penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang supaya tidak semakin menyulitkan penegakan hukum saat proses pembuktiannya.