Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidatonya secara virtual pada sesi debat umum Sidang Majelis Umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (22/9/2021).
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan sejumlah pandangannya diantaranya soal penanganan pandemi, pemulihan perekonomian global, ketahanan iklim, hingga perdamaian dalam keberagaman.
Berikut ini adalah pidato lengkap Presiden Jokowi di Sidang Majelis Umum ke-76 PBB:
Yang Mulia Presiden Majelis Umum PBB, Yang Mulia Sekretaris Jenderal PBB, Yang Mulia para Pemimpin Negara Anggota PBB. Hasil Sidang Majelis Umum PBB ini ditunggu oleh masyarakat dunia untuk menjawab kegelisahan utama dunia.
Kapan masyarakat akan terbebas dari pandemi? Kapan perekonomian akan segera pulih dan tumbuh inklusif? Bagaimana menjamin ketahanan planet ke depan? Serta, kapan dunia akan terbebas dari konflik terorisme dan perang?
Melihat perkembangan dunia sampai sekarang ini, banyak hal yang harus kita lakukan bersama-sama.
Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi Covid-9 akan bisa tertangani dengan cepat, adil, dan merata. Kita tahu bahwa no one is safe is until everyone is. Kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani Covid-19 termasuk vaksinasi sangat timpang. Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi.
Hal-hal ini harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata. Di masa depan, kita harus menata ulang arsitektur ketahanan kesehatan global (global health security system).
Diperlukan mekanisme baru untuk penggalangan sumber daya kesehatan global, baik pendanaan, vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan, dan tenaga kesehatan secara cepat dan merata di seluruh negara.
Diperlukan standardisasi protokol kesehatan global dalam hal aktivitas lintas batas negara, misalnya perihal kriteria vaksinasi, hasil tes, maupun status kesehatan lainnya.
Kedua, pemulihan perekonomian global hanya bisa berlangsung jika pandemi terkendali dan antarnegara bisa bekerjasama dan saling membantu untuk pemulihan ekonomi.
Indonesia dan negara berkembang lainnya membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas, yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan berkelanjutan.
Ketiga, komitmen Indonesia terhadap ketahanan iklim, pembangunan yang rendah karbon, serta teknologi hijau sudah jelas dan tegas.
Tetapi, proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitasi negara berkembang untuk ikut dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi.
Pandemi Covid-19 mengingatkan kita tentang pentingnya penyebaran sentra produksi kebutuhan vaksin di dunia di banyak negara.
Keempat, kita harus tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme, dan perang. Perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan dan kelompok minoritas harus kita tegakkan.
Potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar harus menjadi agenda kita bersama.
Pemimpin ASEAN telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan Five-Point Consensus yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar. Harapan besar masyarakat dunia tersebut harus kita jawab dengan langkah nyata, dengan hasil yang jelas. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia. Itulah kewajiban kita untuk memberikan harapan masa depan dunia.
Yang Mulia, Tahun 2022, Indonesia akan memegang Presidensi G20, dengan tema besar “Recover Together Recover Stronger”.
Indonesia akan berupaya agar G20 dapat bekerja untuk kepentingan semua, untuk negara maju dan negara berkembang, utara dan selatan, negara besar dan kecil, negara kepulauan dan pulau-pulau kecil di Pasifik, serta kelompok rentan yang harus diprioritaskan. Inklusivitas adalah prioritas utama kepemimpinan Indonesia.
Inilah komitmen Indonesia untuk membuktikan no one left behind. Ekonomi hijau dan berkelanjutan juga akan menjadi prioritas.
Indonesia paham bahwa Indonesia memiliki nilai yang strategis dalam isu perubahan iklim, untuk itulah kami terus bekerja memenuhi komitmen kami. Pada tahun 2020, Indonesia telah berhasil menurunkan kebakaran hutan sebesar 82 persen, dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir. Dan dalam tatanan global, Indonesia ingin mengedepankan burden sharing (berbagi beban).
Menghadapi agenda bersama dunia yang sangat berat, Indonesia kembali menyampaikan harapan dan dukungannya terhadap multilateralisme.
Sudah mendesak bagi kita untuk mengawal multilateralisme yang efektif dengan kerja dan hasil yang konkret. Let us work together, to recover together, recover stronger