Syarat Amendemen
Adapun, sebagai syarat untuk disepakatinya sebuah pasal yang diamendemen adalah kalau dua pertiga atau 474 dari anggota MPR menyetujuinya.
Artinya, hanya dibutuhkan tiga suara tambahan lagi dari anggota DPD untuk memenuhi kuorum persetujuan tersebut dari 711 anggota MPR.
Indikasi kedua adalah adanya pernyataan resmi dari pimpinan MPR setidaknya sejak sehari menjelang perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-76 Kemerdekaan Indonesia.
Dalam pernyataan resmi kenegaraan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang disampaikan pada Sidang Tahunan MPR 16 Agustus lalu, disebutkan bahwa diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Kalau jadi, amendemen itu akan dibatasi khususnya untuk penambahan wewenang MPR untuk menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) saja.
Bambang Soesatyo menyampaikan, bahwa pembahasan dipastikan tidak akan melebar ke masa jabatan presiden. Namun, tetap saja sejumlah pihak khawatir dengan dasar postulat dari Acton tersebut.
Sulit untuk menutup celah amendemen akan melebar ke soal masa jabatan presiden. Sekalipun ada kesepakatan politik di awal bahwa amendemen hanya akan dibatasi pada urusan PPHN, namun siapa yang tahu ujungnya karena politik itu cair.
Karena itulah, tidak tertutup pula kemungkinan upaya ke arah amendemen UUD 1945 berujung pada perubahan sejumlah pasal, termasuk soal perubahan masa jabatan presiden. Perubahan itu bisa saja dari masa jabatan presiden dua periode menjadi tiga periode masing-masing lima tahun. Atau dua periode masing-masing tujuh tahun.
Selain itu, bisa juga ada penundaan pemilu presiden atau perpanjangan masa jabatan hingga 2027 kalau pandemi Covid-19 belum reda hingga 2024.
Opsi lainnya menambah masa jabatan presiden menjadi delapan tahun. Itu berarti Pilpres berikutnya akan digelar 2027, bukan 2024. Pada opsi ini sempat santer disebutkan jabatan presiden hanya satu periode saja.