Bisnis.com, JAKARTA - Pernyataan sejarawan Inggris, Lord Acton pada akhir abad ke-19 “Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely" kian relevan dengan perkembangan wacana publik soal amendemen atas UUD 1945 akhir-akhir ini.
Bagaimana tidak. Amendemen hanya bisa dilakukan, kalau ada kekutan politik pendukung pemerintah yang memadai di parlemen, kalau tidak mau disebut sebagai kekuatan absolut.
Sebagai catatan, kita pernah mengalami kekuasaan yang disalahgunakan selama puluhan tahun, meski kini kondisinya sudah berbeda.
Tidak hanya itu, indikasi kekuasaan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang semakin absolut. Pertama, bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai partai ketujuh pendukung pemerintahan di DPR, juga tidak bisa dibantah.
Kini, parpol pendukung pemerintahan menguasai 82 persen kursi dari 575 anggota DPR yang notabene juga anggota MPR yang berjumlah 711 anggoa, setelah ditambah dengan 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI).
Sedangkan, kekuatan partai non-pemerintah, yakni Partai Demokrat dan PKS hanya tinggal 18 persen kursi di DPR atau kurang dari seperlimanya.
Artinya, secara matematis, tujuh parpol pendukung pemerintah yang terdiri dari PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PPP, dan PAN yang kini punya 471 kursi di DPR.