Bisnis.com, JAKARTA - Polemik mahalnya harga tes polymerase chain reaction (PCR) Covid-19 akhirnya ditanggapi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Minggu (15/8/2021), Kepala Negara akhirnya mengumumkan harga tes PCR berada di kisaran Rp450.000 - Rp550.000.
Tidak hanya soal harga, Presiden juga meminta agar hasil tes dapat diketahui maksimal 1x24 jam. Pemerintah mengaku membutuhkan kecepatan hasil tes untuk mengetahui kondisi pandemi di masyarakat.
Selain menjawab tuntutan publik, apa landasan utama Presiden meminta harga tes PCR diturunkan?
Merespons sikap Presiden, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Ningrum Natasya Sirait sepakat pemerintah harus turun tangan. "Saya ga tau itu [tes PCR] kita bikin apa engga, ada ketergantungan pada impor dan bahan bakunya dan lain-lain. Sekarang kalo Presiden bilang Rp500.000, sekarang tinggal ketegasannya [penerapan] saja" ujarnya, kepada Bisnis, Senin (16/8/2021).
Menurutnya, keberanian Presiden meminta harga tes PCR turun sudah tentu didasari perhitungan keekonomian. Jika berkaca pada kasus tingginya harga masker dan tes usap antigen, maka penurunan harga tes PCR akibat pasokan yang mulai melimpah.
"Kemungkinan mulai oversupply kayak antigen. Kayak dulu masker aja, saya pernah beli masker Rp35.000 satu lembar," katanya.
Setelah instruksi Presiden terkait harga tes PCR, lanjutnya, penerapan dan pengawasan menjadi tantangan ke depan. Apalagi kalau indikator harga tes PCR yang ditentukan mengacu harga di Pulau Jawa saja.
Baca Juga
Ketegasan pemerintah perlu dibuktikan, mengingat kebutuhan tes PCR di tengah pandemi cukup tinggi. Selain untuk tracing penyebaran virus, tes PCR digunakan sebagai syarat perjalanan alat transportasi.
"Kalo orang bisnis, orang bilang ga ada kemanusiaan, ya kalo orang nalurinya ekonomi, nalurinya bisnis. Itulah brutalnya pasar, ekonomi itu," tambahnya.
Pada kesempatan berbeda, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kodrat Wibowo mengaku terkait polemik harga tes PCR pihaknya mengaku kecolongan. Pasalnya, pengawasan KPPU tidak memperhatikan harga tes di negara lain.
Sebelumnya, Skytrax dalam situs webnya, Jumat, 16 April 2021 telah melakukan penelitian terkait harga tes PCR di 69 bandara di Eropa, Afrika, Asia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
Dari penelitian ini, ditemukan perbedaan harga sebesar US$396 atau Rp5,6 juta antara biaya PCR tertinggi dan terendah. Biaya tes PCR tertinggi disabet oleh Bandara Internasional Kansai, Jepang yang memiliki harga US$404 atau setara Rp5,8 juta rupiah.
Sementara itu, biaya tes PCR terendah dimiliki Bandara Mumbai yang mematok US$8 atau setara Rp115.000. Adapun, harga tes PCR di Indonesia tercatat senilai US$54 atau menempati urutan ke 48 dari 69 daftar negara yang dihimpun.
"Di KPPU ya, jujur aja ini kita merasa kecolongan, karena lupa bahwa kita sebetulnya bisa membandingkan harga PCR ini bukan hanya di dalam negeri ya," ujarnya.
Dengan adanya instruksi Presiden tersebut, KPPU melihat penentuan harga, sudah berdasarkan berbagai masukan, disesuaikan dengan keekonomian. Kodrat mengatakan pernyataan Presiden tidak sekadar himbauan, sehingga penetapan harga sudah ditentukan melalui mekanisme seperti HET.
"Tapi masalahnya, apakah harga itu merupakan ketetapan? Seperti halnya mekanisme HET yang kita harapkan. Jadi bukan hanya KPPU tapi juga BPKN, atau kepolisian tentunya yang akan bisa ikut serta dalam mengawasi tindakan-tindakan yang bentuknya preventif ataupun restoratif," tambahnya.
Terkait pengawasan, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi meminta instruksi Presiden dapat diterjemahkan secara jelas dan mendalam oleh para pembantunya. Hal ini penting, mengingat banyak pelanggaran, karena ada biaya tambahan untuk perjalanan atau untuk biaya lainnya.
"Kita ingin, biaya lebih terjangkau. Setidaknya pemerintah harus melihat tata niaganya terlebih dahulu, sehingga bisa didapatkan tarif yang lebih murah," katanya.
Selain itu, setelah harga tes PCR diturunkan, diharapkan aktivitas pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing), dan perawatan (treatment) semakin massif. Bahkan, apabila pemerintah punya anggaran yang cukup, tes PCR bisa digratiskan.
"Tetapi kalau pemerintah ingin pandemi cepat selesai, faktor harga test PCR itu sesuatu yang sangat penting, karena bagaimana kita akan melakukan tes itu berdasarkan kemampuan masyarakat kalau harganya masih sangat mahal," tambahnya.