Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan untuk menindak penjualan minyak Iran ke China.
Pasalnya, seorang pejabat Negeri Paman Sam menyatakan bahwa AS tengah bersiap terhadap kemungkinan Tehran tidak akan kembali ke perundingan nuklir, atau mungkin mengambil jalan yang lebih keras .
Di awal 2021, Washington menyampaikan kepada Beijing tujuan utamanya adalah untuk menghidupkan kembali kepatuhan terhadap kesepakatan nuklir Iran 2015.
Alhasil, AS mempertimbangkan akan perlunya menghukum perusahaan-perusahaan China yang melanggar sanksi AS dengan membeli minyak mentah Iran.
Sikap tersebut berkembang mengingat ketidakpastian tentang kapan Iran dapat melanjutkan pembicaraan tidak langsung di Wina, dan apakah Presiden terpilih Iran yang akan datang, Ebrahim Raisi, bersedia untuk melanjutkan pembicaraan yang berakhir pada 20 Juni atau menuntut awal yang baru.
Pejabat AS yang diwawancarai oleh Reuters pada Jumat (23/7/2021) secara anonim, menilai niatan Iran dalam permasalahan ini suram, sementara pembicaraan nuklir tidak akan diteruskan sampai pergantian Presiden baru.
Baca Juga
“Jika kita kembali ke JCPOA [Joint Comprehensive Plan of Action], maka tidak ada alasan untuk memberi sanksi kepada perusahaan yang mengimpor minyak Iran,” kata pejabat AS tersebut dilansir dari Channel News Asia, Jumat (23/7/2021).
Adapun, JCPOA merujuk pada Rencana Aksi Komprehensif Gabungan yang dibuat di 2015, di mana Iran setuju mengekang program nuklirnya dengan imbalan bantuan dari sanksi ekonomi.
“Jika kita berada di dunia dengan prospek segera kembalinya kita ke JCPOA tampaknya menghilang, maka sikap itu harus disesuaikan,” tambahnya.
Sementara itu, The Wall Street Journal pertama kali melaporkan bahwa Washington sedang mempertimbangkan untuk memperketat penegakan sanksi Iran, terutama terhadap China, yang menerima rata-rata harian 557.000 barel minyak mentah Iran antara November dan Maret menurut Refinitiv Oil Research.
Pabrik penyulingan China adalah importir terbesar minyak Iran. Pada Kamis lalu, perusahaan logistik Negeri Tirai Bambu bernama China Concord Petroleum muncul sebagai pemain sentral dalam pasokan minyak sanksi dari Iran dan Venezuela.
Analis Brookings Institution Robert Einhorn mengatakan para pejabat AS sedang mengisyaratkan suatu tindakan keras yang bisa jadi merupakan ancaman terselubung bahwa Washington memiliki cara untuk meminta harga dari Tehran.
“Ini mungkin untuk mengirim sinyal ke Raisi bahwa jika Iran tidak serius untuk kembali ke JCPOA, AS memiliki opsi dan akan ada biayanya,” jelas Einhorn.
Einhorn juga menilai bagaimana Beijing akan bereaksi tergantung pada apakah ia akan menyalahkan Iran atau AS atas kebuntuan dalam pembicaraan nuklir.
Di sisi lain, Beijing juga tengah bersitegang dengan Washington karena masalah-masalah terkait dengan hak asasi manusia hingga Laut China Selatan.