Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu protokol kesehatan yang harus dijalankan dalam upaya menekan laju penularan Covid-19 adalah social distancing atau menjaga jarak dengan melakukan segala sesuatu dari rumah saja. Hal itu berlaku bagi semua orang termasuk anak-anak.
Namun permasalahannya adalah anak kerap menjadi gelisah dan gusar karena ruang geraknya terbatas. Oleh karena itu, hal yang tidak kalah penting dari upaya memutus rantai penularan virus Corona adalah menjaga kesehatan jiwa anak di tengah pandemi.
Dalam seminar nasional “Melindungi Kesehatan Jiwa Anak di Tengah Pandemi COVID-19” bertepatan dengan Hari Anak Nasional secara daring melalui aplikasi Zoom dan Youtube Live Jumat (23/7/20201), Asisten Deputi Khusus Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Elvi Hendriani mengatakan bahwa tanggung jawab dalam melindungi anak adalah milik orang tua.
"Orangtua bertanggung jawab dalam hidup dan tumbuh kembang, negara berkepentingan untuk mendayagunakan sumber daya dalam melindungi anak dan haknya, masyarakat berpartisipasi dalam menerapkan tanggung jawab orang tua dan kewajiban negara, dan yang terakhir anak itu sendiri sebagai subjek yang harus sadar mengenai hak-hak yang diterimanya,” katanya melalui keterangan resmi yang diterima Bisnis, Jumat (23/7/2021).
Baca Juga : Ini Catatan Satgas Soal PPKM Darurat 7 Provinsi |
---|
Sementara itu, Seto Mulyadi atau biasa disebut Kak Seto mengatakan bahwa interaksi secara daring tidak dapat sepenuhnya menggantikan kebutuhan anak untuk bermain dan belajar secara tatap muka. Alhasil anak-anak menganggap interaksi secara daring membosankan dan sulit.
Pada akhirnya hal ini menyebabkan hasil belajar menjadi tidak optimal dan rentan mengakibatkan konflik dalam keluarga yang mampu berujung pada kekerasan terhadap anak. “Dampaknya anak-anak menjadi gelisah, susah tidur, bosan, malas belajar, dan suka marah," katanya
Terkait hal tersebut orang tua dan guru memegang peranan penting untuk mampu menciptakan suasana belajar yang lebih ramah anak serta membuat kurikulum pendidikan yang lebih berpihak pada hak anak.
Lebih jauh lagi, diharapkan orangtua dapat menjadi sosok idola anak dengan mencontohkan sikap dan perbuatan yang bijak dan positif sesuai dengan zamannya.
"Saya yakin kita semua dapat belajar. Stop kekerasan dalam dunia pendidikan dan wujudkan impian kondisi rumah yang ramah anak” tambah Kak Seto.
Sementara itu untuk anak-anak penyandang disabilitas, Ketua Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi) Dewi Tjakrawinata mengungkapkan selama pandemi Covid-19 mereka membutuhkan perhatian dan cinta yang ekstra guna memberikan kenyamanan dan pengertian mengenai virus.
Banyak aduan, kata Dewi, dari orangtua yang mengatakan bahwa anaknya menjadi sedih dan kehilangan semangat, bahkan ada anak yang sifatnya berubah menjadi pemarah karena kecewa tidak bisa keluar rumah untuk bersosialisasi.
Salah satu cara yang patut dicoba untuk tetap gembira selama pandemi adalah melalui kegiatan menari, menyanyi, menulis surat cinta untuk orang tua dan lain-lain. "Mengajak anak mengisi waktu dengan kegiatan secara positif, dan mengurangi waktu bermain media sosial,” jelasnya.
Adapun selain menggelar seminar, program lain yang dilakukan Bidang Koordinasi Relawan (BKR) Satgas Covid-19 adalah membentuk Layanan Dukungan Psikososial (LDP) untuk mendampingi masyarakat umum, kelompok rentan (lansia, anak, dan disabilitas) dan tenaga kesehatan yang membutuhkan pelayanan terkait kondisi psikososial di masa pandemi melalui nomor 081211084053.
Selanjutnya, dibentuk pula Layanan Ambulans bersama HIPGABI yang beroperasi di Jabodetabek dengan menghubungi narahubung 081267575644/ 08179774600. Selain itu, dalam minggu ini telah dilakukan pula edukasi protokol Kesehatan dan pembagian masker sebanyak 175.000 di 13 titik zona merah.
#ingatpesanibu #sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua