Bisnis.com, JAKARTA -- Putusan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pelanggaran kode etik dua penyidik kasus bantuan social dikhawatirkan akan mempengaruhi proses penegakan hukum kasus tersebut.
Penyidik kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19, M. Praswad Nugraha khawatir kasus pelanggaran kode etik yang menimpanya akan berimbas terhadap vonis perkara ini yang sedang disidangkan di pengadilan.
“Bukan tidak mungkin putusan ini dijadikan alat oleh pengacara sebagai bukti di persidangan, terus terdakwa bansos jadinya bebas,” kata Praswad dilansir dari Tempo, Rabu (14/7/2021).
Praswad mengaku sudah menyampaikan kekhawatirannya itu kepada Dewas saat sidang. Dia mengatakan bila penyidik bansos dinyatakan melanggar kode etik, bukan tidak mungkin proses penyidikan akan dianggap tidak sah karena melanggar hukum.
Skenario terburuknya adalah para terdakwa, mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara dkk akan divonis ringan hingga bebas. “Bisa saja nanti dinyatakan bahwa berkas perkara ini lemah, karena proses penyidikan dianggap melanggar kode etik,” kata dia.
Selain beresiko terhadap kasus yang sedang berjalan, putusan Dewan Pengawas dikhawatirkan juga akan berimbas pada pengembangan kasus bansos. Dia khawatir putusan itu akan digunakan oleh tersangka baru mengajukan gugatan praperadilan.
Baca Juga
Praswad mengatakan lazimnya dugaan pelanggaran kode etik di KPK diusut setelah perkara utamanya memiliki kekuatan hukum tetap.
Hal itu dilakukan supaya dugaan pelanggaran kode etik tidak mengganggu pengusutan kasus korupsi. Berbeda misalnya, bila pelanggaran kode etik itu termasuk pidana, seperti pembunuhan, pemerasan dan penyuapan.
Bila tindakan pegawai KPK masuk ranah pidana, maka tak perlu menunggu perkara utamanya inkrah. “Jangan sampai proses penyidikan dan penuntutan terganggu karena penyidiknya diperiksa,” kata dia.
Di luar itu, Praswad menganggap tindakannya dan koleganya sesama penyidik M. Nur Prayoga sesuai dengan aturan. Dia mengatakan tak pernah melakukan kekerasan fisik atau menganiaya saksi, Agustri Yogasmara alias Yogas.
Dia mengatakan pernyataan keras diucapkannya karena Yogas tidak kooperatif dalam pemeriksaan. Dia mengatakan intonasi tinggi dan perkataan itu diucapkan sebagai bagian dari teknik penyidikan.
Sayangnya, kata dia, Dewas KPK melepaskan pernyataannya itu dari konteks kejadian. Sehingga, seolah pernyataannya itu merupakan perundungan dan pelecahan terhadap saksi. “Situasi sebenarnya tidak dihitung sama sekali oleh mereka,” ujar Praswad.