Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Fadli Zon mengapresiasi rencana Kementerian Pertahanan untuk melakukan modernisasi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) untuk 2020-2044, dan menyebutnya sebagai terobosan.
Sebelumnya, rencana yang akan tertuang dalam Peraturan Presiden tersebut banyak disalahpahami oleh warga Indonesia. Banyak yang menilai rencana tersebut ambisius dan tidak peka terhadap krisis yang tengah dialami negara.
“Saya melihat, sumber kesalahpahaman itu ada tiga. Pertama, orang hanya melihat total besaran anggarannya, yang mencapai Rp1.760 triliun, tanpa memperhatikan skemanya. Kedua, orang melupakan jika ini adalah proyek strategis untuk jangka waktu dua puluh lima tahun. Dan ketiga, orang juga lupa, semua itu barulah draf rencana Pemerintah,” kata Fadli Zon melalui utas di Twitternya, Senin (7/6/2021).
Di luar tiga hal tersebut, Fadli juga mengatakan banyak orang lupa bahwa saat ini Indonesia berada di tahap akhir program Kekuatan Pokok Minimum, atau MEF (Minimum Essential Force), yang telah dimulai sejak 2009.
MEF terbagi dalam tiga tahap, di mana tiap tahapnya pemerintah menganggarkan kurang lebih sebesar Rp150 triliun untuk belanja alutsista. Dengan demikian, tiap tahun anggarannya kurang lebih mencapai Rp30 triliun.
“Program ini akan berakhir pada 2024. Sehingga, sangat wajar jika pemerintah kemudian menyusun rancangan program strategis baru untuk meneruskan MEF. Itulah latar belakang munculnya rancangan Perpres tentang Alpahankam,” jelasnya.
Baca Juga
Selama ini, Fadli mengungkapkan pelaksanaan MEF tidak mulus. Berdasar data Kementerian Pertahanan Kementerian Pertahanan pada Oktober 2020 TNI AD baru memiliki 77 persen kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF), TNI AL 67,57 persen, dan TNI AU 45,19 persen.
“Saya melihat rencana Kementerian Pertahanan dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun untuk memenuhi alpahankam, merupakan sebuah terobosan dan bisa menjadi jawaban untuk mempercepat modernisasi alpahankam TNI. Setidaknya ada tiga pertimbangan untuk mendukung rencana tersebut,” kata Fadli.
Pertama, terobosan ini akan menjawab percepatan modernisasi alpahankam. Pasalnya, kondisi alpahankam Indonesia sudah tidak memadai, baik dari sisi jumlah, maupun segi usia.
“Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402, salah satu faktor penyebabnya adalah karena usia yang sudah tua. Selama ini anggaran TNI banyak tersedot untuk pemeliharaan alpahankam yang sudah tak layak pakai,” imbuh Fadli.
Kedua, dari sisi anggaran, modernisasi dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun, dapat meningkatkan kapasitas pengadaan alpahankam secara lebih komprehensif. Selain akan segera meningkatkan posisi tawar Indonesia, cara ini disebut lebih efisien dibanding jika pengadaannya dilakukan secara terpisah dan parsial.
Jika diukur dari PDB (Produk Domestik Bruto) 2020 sebesar Rp15.434,2 triliun, Fadli menjelaskan anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun sebenarnya hanya pada kisaran 0,6-0,7 persen setiap tahun.
“Padahal, kalau kita merujuk pada dokumen MEF, idealnya sejak MEF II, antara 2014 hingga 2019, alokasi anggaran pertahanan kita sudah ke arah 1,5 persen dari terhadap PDB. Jadi, jangan semata-mata melihat gelondongan Rp1.760 triliunnya, tapi harus dilihat juga persentasenya terhadap PDB kita 25 tahun ke depan,” imbuhnya.
Ketiga, rencana ini bersifat meneruskan strategi MEF yang saat ini sudah masuk tahap ke-3. Sebagai Menteri Pertahanan, Fadli menilai Prabowo harus menghadapi tiga tantangan sekaligus terkait dengan MEF.
Pertama, Menhan harus menuntaskan MEF. Kedua, harus menghadapi kenyataan terkendalanya anggaran pertahanan karena ada pandemi. Ketiga, harus bisa menawarkan rancangan strategis baru untuk meneruskan MEF.
“Jadi, mau tidak mau Kemenhan harus bisa membuat terobosan. Rancangan Perpres tentang Alpahankam ini adalah hasilnya. Jadi, langkah-langkah yang disusun Kementerian Pertahanan sudah sangat komprehensif. Kita memang harus membuat terobosan penting agar dapat segera memiliki sistem pertahanan nasional yang tangguh,” tegasnya.
Fadli pun menegaskan tetap setuju bahwa rencana besar ini masih harus dimatangkan dan disempurnakan lagi dengan melibatkan parlemen.