Bisnis.com, JAKARTA - Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengatakan bahwa kasus bocornya 279 juta data penduduk Indonesia sangat meresahkan dan memprihatinkan.
"Sejumlah aktivis masyarakat sipil dan beberapa tokoh masyarakat menyatakan merasa terteror. Mereka mengalami peretasan atas nomor kontak pribadi dan akun media sosialnya, serta mendapat panggilan telepon bertubi-tubi dari nomor yang tidak dikenal. Kejadian tersebut terjadi di berbagai kesempatan yang berbeda," ujar Jaleswari dalam siaran pers, Sabtu (22/5/2021).
Dia menegaskan bahwa masyarakat sipil berhak memberikan masukan dan kritik kepada pemerintah serta melakukan edukasi publik.
Masyarakat sipil, imbuhnya, merupakan elemen penting penyangga demokrasi yang sehat. Sepanjang dalam bingkai konstitusi dan regulasi, aktivitas masyarakat sipil harus dilindungi.
"Data pribadi penduduk harus dilindungi dan dijaga dengan baik. Dugaan kebocoran data penduduk harus ditelusuri kebenarannya. Para pihak harus bertanggung jawab jika kebocoran data penduduk terbukti. Harus diusut tuntas," tegasnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa saat ini pemerintah telah mengajukan RUU Perlindungan Data Pribadi dan telah masuk Prolegnas 2021.
"Bagi individu yang merasa mendapat ancaman, teror dan sejenisnya dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab supaya aktif melaporkannya kepada aparat penegak hukum untuk dapat diambil tindakan," ujarnya.