Bisnis.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo angkat bicara terkait dugaan kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia, yang ditengarai berasal dari data peserta jaminan sosial kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan.
Seperti diberitakan sebelumnya, data penduduk Indonesia tersebut dijual di forum peretas Raid Forums pada 12 Mei 2021. Menurut ahli, dari satu juta sampel data yang diteliti, tampak adanya kecenderungan data tersebut mengandung informasi pribadi peserta jaminan sosial kesehatan yang dibuktikan dengan adanya informasi 'nama penanggung' dan 'nomor kartu' seperti formulir jaminan sosial kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Oleh karena itu, politisi yang akrab disapa Bamsoet ini mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika, bersama perangkat Polri seperti Bareskrim dan Direktorat Tindak Pidana Siber, serta Badan Siber dan Sandi Negara, menginvestigasi kasus itu secara tuntas.
"Kebocoran data tersebut bukan persoalan main-main, bukan juga persoalan kecil. Melainkan sangat serius. Karena di era teknologi informasi saat ini, data merupakan kekayaan nasional yang patut dijaga. Kedaulatan terhadap data, menunjukan kedaulatan sebuah bangsa. Bahkan Presiden Joko Widodo menegaskan, data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak," ujar Bamsoet, di Jakarta, Jumat (21/5/2021) seperti dilansir laman resmi MPR.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, selain ada kepentingan ekonomi, kebocoran data tersebut juga menyangkut keamanan privasi warga negara Indonesia. Selain itu, kebocoran itu menunjukan perangkat hukum cyber security Tanah Air tidak kuat.
"Selain kejadian tersebut, tren kejahatan siber juga semakin meningkat. Berdasarkan laporan kepolisian hingga November 2020, terjadi setidaknya 4.250 laporan kejahatan siber. Di tahun 2019, jumlahnya bahkan mencapai 4.586 laporan, dan di tahun 2018 sekitar 4.360 laporan," jelas Bamsoet.
Baca Juga
Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) itu menjelaskan, selain kebocoran data, kejahatan siber juga memiliki ragam jenis, antara lain penipuan daring, penyebaran konten provokatif, pornografi, akses perjudian, pemerasan, peretasan sistem elektronik perbankan, intersepsi ilegal, hingga pengubahan tampilan situs dan gangguan sistem manipulasi data.
"Tidak hanya itu, Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional Badan Siber Sandi Negara juga mencatat, sepanjang Januari-November 2020 setidaknya ada 423 juta serangan siber ke Indonesia. Meningkat tajam dari tahun 2019 yang berjumlah 290,3 juta, dan tahun 2018 sebanyak 232,4 juta jiwa," pungkas Bamsoet.