Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat dan China berkomitmen untuk bekerja sama mengatasi perubahan iklim.
Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan antarutusan senior pekan lalu, kedua negara akan bekerja dengan pihak lain untuk mendukung implementasi Perjanjian Paris.
Mereka juga sepakat mempromosikan konferensi perubahan iklim PBB di Glasgow akhir tahun ini.
Pernyataan itu mengisyaratkan niat kedua negara untuk bekerja sama dalam iklim meskipun ada ketegangan atas berbagai masalah, mulai dari perdagangan hingga dugaan pelanggaran hak asasi manusia oleh China.
Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga bertemu di Gedung Putih pada Jumat (16/4/2021). Mereka berbagi keprihatinan atas aktivitas China yang tidak sesuai dengan tatanan berbasis aturan internasional.
Kementerian luar negeri China menolak kritik tersebut dan menuduh Presiden AS ikut campur dalam urusan dalam negerinya.
"Pernyataan bersama adalah langkah tegas menuju kerja sama di tengah tantangan geopolitik yang besar," kata Li Shuo, analis iklim di Greenpeace Asia Timur yang berbasis di Beijing, dilansir Bloomberg, Minggu (18/4/2021).
Dia melanjutkan, pernyataan tersebut menggarisbawahi perlunya tindakan ambisius jangka pendek. Hal itu, ujarnya, akan meluncurkan proses keterlibatan G2 yang berkelanjutan pada masalah eksistensial yang menjadi kepentingan global.
Biden akan menjadi tuan rumah konferensi iklim virtual pada Kamis dan Jumat pekan depan. Pernyataan bersama tersebut juga mengatakan para pemimpin dunia, baik AS maupun China berbagi tujuan KTT untuk meningkatkan ambisi iklim global dalam mitigasi, adaptasi, dan dukungan.
AS dan China mendukung tujuan Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga di bawah 2 derajat Celcius dan mencoba membatasinya hingga 1,5 derajat Celcius.
China telah menghadapi tekanan dari negara-negara lain untuk mempercepat target nol emisi yang awalnya ditetapkan pada 2060.
Rencana lima tahun terbaru pemerintah, yang diterbitkan pada bulan Maret, juga menghadapi kritik atas kurangnya ambisi dan tidak memasukkan target ambisius untuk mengurangi emisi.
Diplomasi iklim telah menjadi area di mana Presiden Xi Jinping sangat ingin menunjukkan kepemimpinan global.
Keinginan tersebut kontras dengan ketegangan perdagangan China dengan AS dan sekutunya, atau pengawasan global atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan sensor politik di Hong Kong.
Xi telah menjadikan lingkungan sebagai prioritas sejak menjadi presiden pada 2013. Di awal masa jabatannya, dia berpidato dan berjanji membawa langit biru kembali ke Beijing dan memulihkan lingkungan China ke pemandangan indah yang diingatnya saat masih kecil.
Kebijakannya juga membantu mendorong China ke peran terdepan di dunia dalam pembuatan panel surya, turbin angin, dan kendaraan listrik.
Pada 2014 Xi dan Presiden Barack Obama merundingkan kesepakatan emisi bilateral yang membantu membuka jalan bagi perjanjian iklim Paris 2015.
Namun, masih banyak pekerjaan yang tersisa. China sejauh ini merupakan penyumbang gas rumah kaca terbesar ke atmosfer dan berencana meningkatkan emisi karbon hingga akhir dekade ini.
Pemerintah China juga terus mendukung industri batu bara yang sangat besar di negara ini.