Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat memberikan sanksi baru kepada junta militer di Myanmar lantaran belum juga mengakhiri kudeta yang dimulai sejak 1 Februari 2021 tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menjelaskan bahwa sanksi baru itu diberikan untuk meningkatkan tekanan terhadap junta militer yang telah menahan para pemimpin hasil pemilu yang sah di negara tersebut. Kali ini, dua pejabat dan dua unit Militer Myanmar menjadi sasaran sanksi baru AS.
"Aksi kami hari ini adalah penegasan bahwa kami akan terus melawan pemimpin kudeta dan mereka yang memicu kekerasan di Myanmar," ujar Menlu AS, Senin (22/3/2021).
Sanksi ke Militer Myanmar ini bukan yang pertama dari AS. Negeri Paman Sam sudah menerbitkan berbagai sanksi sebelumnya, termasuk sanksi-sanksi yang berkaitan dengan krisis Rohingya pada 2017.
Namun, khusus kudeta Myanmar, sanksi dari AS secara spesifik menyasar mereka yang berada di Militer Myanmar dan segala hal yang menyokong operasional mereka.
Pada sanksi terbaru, salah satu pejabat Militer Myanmar yang terkena sanksi adalah Than Hlain. Dia merupakan Kepala Kepolisian Militer yang dilantik usai kudeta dimulai.
Baca Juga
Sosok kedua adalah Aung Soe, Jenderal Komando Pasukan Khusus yang mengawasi langsung pembantaian terhadap demonstran Myanmar.
Selanjutnya, untuk dua unit militer yang dikenai sanksi, mereka adalah Divisi Infrantri Ringan 77 dan 33. Selama kudeta berlangsung, mereka menjadi ujung tombak Militer Myanmar untuk menekan demonstrasi di dua kota terbesar Myanmar, Yangon dan Mandalay.
Dengan sanksi dari Amerika, maka Thn Hlaing, Aung Soe, dan semua personil dari Divisi Infantri Ringan terkait tidak bisa lagi berkunjung ke AS. Selain itu, mereka juga tidak bisa lagi mengakses layanan finansial, mengambil aset, ataupun bertransaksi dengan entitas di AS.
"Rekaman video yang kami terima menunjukkan bagaimana aparat Militer Myanmar menaiki truk sambil menembaki warga beserta rumahnya," ujar Pemerintah AS dalam keterangan persnya.
Sebelumnya, Uni Eropa sudah lebih dulu memberikan sanksi baru kepada Myanmar. Adapun Uni Eropa memberi sanksi kepada 11 orang yang dianggap terlibat dan bertanggung jawab atas kudeta Myanmar.
Seperti diketahui, kudeta Myanmar sudah berjalan sejak awal Februari dan dipicu kekalahan partai afiliasi militer di pemilu tahun lalu tersebut telah memakan korban jiwa kurang lebih 250 orang. Mayoritas dari mereka ditembak oleh aparat Militer Myanmar yang mengklaim tidak menyangka akan mendapat perlawanan dari warga.