Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setahun Pandemi, Pemberantasan Korupsi Semakin Seksi

Selama pandemi aparat penegak hukum justru berhasil mengungkap kasus korupsi kelas kakap.
Menteri Sosial Tri Rismaharini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggola dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta pada Senin (11/1/2021)./Antara
Menteri Sosial Tri Rismaharini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggola dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta pada Senin (11/1/2021)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama setahun belakangan rupanya tak banyak memengaruhi proses penindakan hukum, terutama korupsi.

Hal itu terbukti, dalam rentang waktu tersebut, sejumlah korupsi kelas kakap dapat diungkap bahkan diselesaikan di pengadilan.

Di Kejaksaan Agung (Kejagung), misalnya, lama menjadi sorotan lantaran pengungkapan kasus yang terkesan lambat dan berbelit-belit, kinerja Kejagung selama pandemi justru bisa dibilang cukup moncer.

Kejagung setidaknya telah mengungkap sejumlah perkara yang menarik perhatian publik. Dimulai dari perkara korupsi Asabri. Kasus ini dinilai sebagai perkara terbesar dalam sejarah pemberantasan korupsi belakangan ini.

Kerugian negara dari kasus Asabri mencapai Rp23,7 triliun. Penyidik Kejagung bahkan telah menetapkan 9 orang tersangka dalam perkara ini, termasuk dua sosok pengusaha Benny Tjorkrosaputro dan Heru Hidayat.

Kasus lainnya adalah korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara sampai Rp16,8 triliun. Lagi-lagi dalam perkaara ini, Benny Tjokro dan Heru Hidayat terlibat. Mereka bersama direksi Jiwasraya telah dihukum seumur hidup.

Selain dua kasus di atas, kasus lain yang diungkap selama pandemi adalah surat jalan atau red notice Djoko Tjandra. Taipan yang identik dengan Grup Mulia. Kasus itu seperti diketahui telah menyeret aparat penegak hukum dari jaksa hingga dua perwira tingi Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo dan Irjen Pol Napoleon Bonaparte.

Kasus lainnya yang juga menarik perhatian publik adalah importasi tekstil yang menyeret nama-nama beken di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tak tanggung-tanggung dalam kasus itu, konon Kejagung akan menetapkan sangkaan kerugiaan perekonomian negara.

Sementara kasus yang terakhir adalah BPJS Ketenagakerjaan. Kasus ini saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan. Kejagung bahkan mengklaim telah mengantongi calon tersangka dan sedang menunggu hasil audit kerugian negara dari BPK.

Namun demikian, pihak kejaksaan memperkirakan kerugian negara dari kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp20 triliun.

Setali tiga uang dengan Kejagung, KPK yang banyak disorot lantaran dianggap telah dilemahkan juga semakin bertaji. Meski, ada kritikan dari kanan kiri. 

Selama pandemi, KPK berhasil mengungkap kasus yang cukup besar. Paling mencolok adalah penangkapan dua menteri dan satu gubernur atau kepala daerah.

Seperti diketahui, kedua menteri yang ditangkap merupakan elit partai. Edhy Prabowo, eks Menteri Kelautan dan Perikanan, adalah elit Partai Gerindra. Sementara eks Mensos Juliari P Batubara adalah elit PDI Perjuangan. 

Edhy Prabowo terjerat kasus eksportasi benih lobster dan Juliari P Batubara terjerat korupsi bantuan sosial alias bansos.

Sedangkan Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, salah satu tokoh yang cukup moncer baik di bidang akademik mapun politik, terjebak di korupsi proyek infrastruktur.

Penangkapan ketiga politisi, yang notabene berasal dari partai penguasa tersebut seolah ingin mematahkan kesan KPK sedang dilemahkan. 

Meskipun, KPK sendiri sebenarnya masih banyak pekerjaan rumah, buron Harun Masiku dan Sjamsul Nursalim tak kunjung ditemukan. Selain itu rata-rata vonis di KPK juga bisa dibilang memble, hanya kisaran 4 tahunan. 

Selain itu, penurunan indeks persepsi korupsi atau CPI juga menjadi soal. Bukan hanya buat KPK, tetapi bagi semua penegak hukum.

Kejagung dalam kasus Jiwasraya sebenarnya sudah memberi contoh, vonis maksimal terhadap koruptor bisa dilakukan dan akan berdampak kepada pekerceayaan publik. Sedandainya hal itu diikuti oleh penegak hukum lainnya tentu itu akan berdampak positif ke persepsi korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper