Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar: Sentimen Sertifikat Tanah Elektronik di Medsos Sangat Negatif

Pakar media sosial dari Drone Emprit Ismail Fahmi membongkar perbincangan terkait topik sertifikat tanah elektronik yang ramai di Twitter sejak beberapa hari lalu.
Sertifikat tanah elektronik. - Instagram @kementerian.atrbpn
Sertifikat tanah elektronik. - Instagram @kementerian.atrbpn

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah menerbitkan sertifikat tanah elektronik menuai pro-kontra di masyarakat, khususnya media sosial.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No 1/2021 tentang Sertifikat Elektronik. Berdasarkan salinan dokumen yang diterima Bisnis, beleid tersebut diteken oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN RI Sofyan Djalil pada 12 Januari 2021.

Pakar media sosial dari Drone Emprit Ismail Fahmi membongkar perbincangan terkait topik sertifikat tanah elektronik yang ramai di Twitter sejak beberapa hari lalu. Melalui akun Twitter resmi @ismailfahmi, dia menulis utas (thread) tentang analisis Drone Emprit berisi wacana sertifikat tanah elektronik.

"Semoga analisis ini bisa sedikit membantu @atr_bpn dalam mendengarkan response publik atas rencana di atas. Tujuan untuk menghindari sengketa tanah, malah tertangkap publik akan membuka peluang sengketa lebih marak," tulis akun Twitter @ismailfahmi seperti dikutip, Jumat (5/2/2021).

Dia menuturkan isu tersebut diawali dengan pemberitaan yang menulis bahwa situs sertifikasi tanah elektronik masih dalam tahap persiapan pada 30 Januari 2021.

Lalu, kata dia, tiba-tiba muncul berita yang menyebutkan pemerintah akan menarik sertifikat asli pada 2-3 Februari 2021. Menurut analisis Drone Emprit, publik di media sosial panik atas pemberitaan tersebut sejak kemarin (4/2/2021).

Ismail mengatakan sentimen pemberitaan tentang sertifikat tanah elektronik bernada sangat negatif.

"Kecenderungan sentimen sangat negatif, dikontribusi oleh percakapan di media sosial. Sentimen positif atau netral muncul dari berita online, yang lebih banyak membawa agenda setting atau penjelasan dari
@atr_bpn," jelasnya.

Menurutnya, pemberitaan media online di media sosial masih lebih banyak membawa agenda dari pemerintah, dimana mayoritas berisi penjelasan resmi dari BPN. Misalnya, tentang cara ganti serfikat-el, salah paham dan penjelasan Kemen ATR, serta tidak ada penarikan sertifikat fisik.

Lebih lanjut, pada 3-4 Februari 2021 muncul opini key opinion leader (KOL) dari berbagai kalangan di Twitter, antara lain akun @NOTASLIMBOY, @JDAgraria, @kurawa, @febridiansyah, @ridwanhr, dan lainnya.

"Mulai dari @kurawa yang minta Pak @jokowi untuk menghentikan Sertifikat-El, @febridiansyah yang mempertanyakan kesiapan berbagai aspek termasuk korupsi, integritas, dll dari @mascarponecizz, @ridwanhr, @NOTASLIMBOY, @jayapuraupdate, @JDAgraria, dst," katanya.

Ismail menuturkan analisis emosi yang muncul atas wacana sertifikat tanah elektronik, yaitu takut, marah, dan tidak percaya. Emosi pertama muncul dan yang paling dominan ditunjukkan oleh publik adalah emosi takut (fear). Menurutnya, penarikan sertifikat asli dan akan diganti digital sangat mengerikan bagi publik.

Publik menganggap pemerintah belum mampu menjaga data publik. Justru BPN akan menarik sertifikat tanah dan mengganti dengan sertifikat elektronik. Padahal, katanya, di lapangan praktek suap masih marak. Publik juga meluapkan emosi ketidakpercayaan (trust) karena rawan penyalahgunaan dan tak kuat perlindungan hak warga.

Mengacu pada analisis sosial media (social network analysis/SNA), dia menuturkan peta jejaring sosial di Twitter memperlihatkan link yang merah (sentimen konten yang negatif), dengan cluster yang menyebar sesuai posisi KOL dan follower-nya. Misal cluster @kurawa, @febridiansyah, @JDAgraria, @ridwanhr, dan lainnya.

Ismail menyimpulkan ada beberapa masalah yang justru timbul dari wacana sertifikat tanah elektronik. Pertama, salah satu tujuan utama pembuatan sertipikat tanah elektronik adalah untuk kurangi sengketa tanah. Menurutnya,tujuan ini tidak tertangkap oleh publik, sehingga sentimennya sangat negatif.

Kedua, berita penerapan sertipikat-el ini muncul tanpa sosialisasi yang cukup, tiba-tiba muncul di media bahwa BPN akan menarik sertifikat tanah dari pemilik yg merupakan bukti kepemilikan. Ini isu yang sangat sensitif, menyangkut kepentingan hampir semua warga negara pemilik tanah.

"Pengalaman dengan KTP-el yang hingga sekarang masih banyak masalah menjadi referensi ketidakpercayaan publik akan kemampuan pemerintah membangun sistem sertipikat tanah elektronik yang reliable dan aman," jelasnya.

Meski demikian, belum ada kampanye media sosial dari pemerintah/BPN yang menggunakan buzzer untuk mempromosikan tujuan dan keamanan sertipikat elektronik hingga saat ini. Peta jaringan sosial memperlihatkan respons ini menyebar dari berbagai cluster, misal cluster @Kurawa, @Jdagraria, @Febridiansyah, kalangan oposisi, dan publik.

"Ketakutan, kemarahan, dan ketidakpercayaan publik teramat tinggi terhadap program sertifikat elektronik ini. Butuh sosialisasi. Jika publik tidak yakin, akan terjadi kegalauan, padahal sekarang harusnya fokus kepada pandemi. Perlu ditimbang lagi," ujar Ismail.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper