Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya untuk melibatkan lebih banyak pakar dan epidemiolog dalam menyusun kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19. Hal itu dilakukan agar kebijakan yang dikeluarkan benar-benar efektif dan tepat sasaran.
Jokowi juga menyebut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak berjalan efektif untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
“[PPKM] ini tidak efektif, kita harus ngomong apa adanya. Mobilitas masih tinggi sehingga di beberapa provinsi Covidnya tetap naik," kata Jokowi seperti dikutip dari Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (31/1/2021).
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan esensi dari kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat yang diberlakukan di tengah pandemi saat ini ialah untuk mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya mobilitas masyarakat untuk menekan laju penularan Covid-19.
Namun, pada kenyataannya Jokowi menyebut mobilitas masyarakat masih tetap tinggi dan kasus Covid-19 terus meningkat.
"Esensi dari PPKM ini kan membatasi mobilitas, tetapi yang saya lihat di implementasinya ini kita tidak tegas dan tidak konsisten,” ujarnya.
Baca Juga
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Sabtu (30/1/2021) kasus Covid-19 kembali pecar rekor dengan penambahan harian mencapai 14.518 orang sehingga totalnya menjadi 1.066.313 orang.
Sementara itu, laporan Lowy Institute, lembaga Think Tank asal Australia yang dirilis pada pertengahan Januari 2021 menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke 85 dari total 98 negara yang diteliti. Selandia Baru, menjadi negara yang ada di peringkat pertama dalam penanganan pandemi ini.
Peringkat ini lebih rendah dari negara-negara Asean lainya seperti Myanmar (24), Malaysia (16), Singapura (13), Thailand (4), dan Vietnam (2). Negara-negara itu dinilai lebih baik dalam merespons perkembangan pandemi di negaranya.
Adapun Cina, tak masuk dalam penelitian Lowy Institute karena dinilai tak terbuka dengan data-data penanganan Covid-19 yang dilakukannya selama ini.
Laporan Lowy Institute menyebutkan negara-negara dengan penduduk kecil (kurang dari 10 juta penduduk), dianggap lebih mampu menghadapi pandemi ini dibanding negara-negara besar.
Selain Selandia Baru dan Vietnam, 10 besar negara dengan penanganan pandemi terbaik menurut mereka adalah Siprus, Rwanda, hingga Islandia yang berpenduduk kecil.
Kekuatan ekonomi hingga perbedaan politik di dalam negeri, kata Lowy Institute, tak berpengaruh banyak dalam penanganan pandemi. Mulai dari yang demokratis hingga otoriter, disebut Lowy Institute pada akhirnya bersatu untuk menangani pandemi ini.
Lowy Institute menggunakan metode dengan menghitung jumlah kasus kematian dan penambahan kasus. Mereka juga memasukan variabel jumlah testing yang dilakukan negara masing-masing. Data diambil pada pekan ke-36 sejak kasus keseratus dari masing-masing negara.
Berdasarkan laporan ini, Indonesia hanya sedikit lebih baik dibanding India (peringkat 86), Amerika Serikat (peringkat 94), Iran (peringkat 95), dan Brasil yang ada di peringkat paling buncit (peringkat 98).