Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mendesak perbaikan tata kelola pemberangkatan anak buah kapal (ABK) dari hulu seiring dengan temuan 692 ABK WNI yang bekerja di kapal ikan China tersandung permasalahan.
Retno menyebutkan, selama Januari - Desember 2020, terdapat 692 ABK WNI tercatat mengalami permasalahan pada 115 kapal perikanan milik perusahaan atau warga negara China.
Oleh karena itu, dia telah meminta Kabareskrim untuk melakukan tindakan tegas kepada perusahaan pengirim ABK yang melanggar, termasuk investigasi dugaan adanya kejahatan perdagangan manusia.
“Tata kelola harus ditangani secara komprehensif kalau ingin perubahan mendasar. Tidak boleh ada tumpang tindih peraturan penempatan ABK ke luar negeri, perjanjian kerja laut harus terstandardisasi, dan kompetensi dasar untuk bekerja di kapal ikan harus tersertifikasi,” katanya saat rapat bersama Komisi I DPR, Rabu (27/1/2021).
Seperti diberitakan oleh banyak media, ABK WNI di kapal China mengaku tidak mendapatkan gaji seperti yang diharapkan, mendapatkan perlakukan yang tidak manusiawi, dan jam kerja berlebih.
Bahkan, sejumlah awak kapal asal Indonesia meninggal dunia karena sakit. Hal ini seperti yang terjadi pada ABK yang bekerja di kapal Longxing 629 pada akhir 2019 dan awal 2020.
Baca Juga
Untuk itu, berbagai upaya telah dilakukan Kemlu di ranah internasional, seperti mendorong pembentukan roadmap ratifikasi ILO C-188 Work in Fishing Convention, MoU penempatan khusus ABK perikanan dengan negara tujuan, dan pemanfaatan perjanjian bantuan hukum atau mutual legal assistance untuk penegakan hukum yang tegas bagi pelaku.
Selain itu, Indonesia juga memprakarsai pengesahan resolusi Majelis Umum PBB mengenai kerja sama internasional untuk membantu para ABK semasa pandemi pada Desember lalu.
“Telah membuahkan hasil, hingga Desember 2020, dipulangkan sebanyak 589 ABK dari 98 kapal ikan, termasuk pemulangan secara langsung melalui jalur laut sebanyak 163 ABK.
Hak gaji yg belum dibayar berangsur telah diselesaikan,” kata Menlu Retno.
Upaya tersebut juga dibarengi dengan komunikasi tingkat tinggi dengan pemerintah China agar mengawasi perusahaan kapal terhadap situasi kerja para ABK secara lebih ketat sehingga masalah tersebut tidak terulang lagi.
Senada dengan Retno, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia dari Kementerian Luar Negeri Yudha Nugraha mengatakan jika permasalahan sistem pemberangkatan ABK tidak diselesaikan, ibaratnya seperti menggarami air laut.
“Mayoritas ABK kapal ikan tidak dipersiapkan untuk diberangkatkan ke luar negeri. Mereka tidak dibekali pengetahuan yang cukup. Mereka hanya dibekali paspor, tidak dijelaskan mengenai kontraknya,” ungkapnya.