Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terungkap! Ini Analisis LAPAN Soal Penyebab Banjir Besar di Kalsel

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan analisanya mengenai banjir besar di Kalimantan Selatan selain pengaruh cuaca.
Banjir di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan./Dok. BPBD Kabupaten Tanah Lautrn
Banjir di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan./Dok. BPBD Kabupaten Tanah Lautrn

Bisnis.com, JAKARTA - Derasnya hujan di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) menyebabkan banjir atau terendamnya beberapa daerah di sana. Seperti diketahui, banjir telah mulai terjadi pada Kamis (14/1/2021) lalu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi daerah terdampak banjir di Kalimantan Selatan pada hari ini, Senin (18/1/2021).

"Banyak sudah warga yang mengungsi, karena rumahnya terendam cukup, banjir makin tinggi hari ini daripada kemarin," ungkap Herliansyah, Kasi Kedaruratan BPBD seperti dikutip Bisnis, Senin (15/1/2021).

Hujan deras yang mengguyur wilayah Kalsel selama 10 hari berturut-turut sehingga sungai tidak lagi bisa menampung air laut. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan analisanya mengenai banjir besar di Kalimantan Selatan selain pengaruh cuaca.

Melalui unggahan di laman Facebook resmi, LAPAN menganalisis telah terjadi perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini yang menyebabkan kemungkinan terjadinya banjir di Daerah Aliran Sungai atau DAS Barito.

"Dalam kurun waktu 10 tahun tersebut ada penurunan luas hutan primer, hutan sekunder , sawah, dan semak belukar," tulis LAPAN dilaman Facebook yang diunggah pada Minggu (17/1/2021).

Hasil analisis LAPAN mengungkapkan perubahan penutup lahan di DAS Barito sebagai respon terhadap bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan. Luas hutan primer menurun sebesar 13 ribu hektar, hutan sekunder 116 ribu hektar, sawah sebesar 146 ribu hektar, dan semak belukar turun sebesar 47 ribu hektar.

Dengan demikian, jumlah semua lahan yang menyusut di kawasan tersebut mencapai 322 ribu hektar. Di lain sisi, perluasan area perkebunan terjadi cukup signifikan yaitu seluas 219 ribu hektar.

Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan analisa curah hujan dengan data satelit Himawari-8 oleh tim tanggap darurat bencana LAPAN. Selain itu, LAPAN juga menggunakan data mosaik Landsat untuk mendeteksi penutup lahan tahun 2010 dan 2020.

"Pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan metode random forest sehingga mampu lebih cepat dalam menganalisis perubahan penutup lahan yang terjadi," ungkap LAPAN.

Penyebab serupa juga diungkapkan oleh Greenpeace Indonesia melalui media sosial resmi. Organisasi peduli lingkungan tersebut mengungkapkan bahwa lebih dari separuh hutan hujan Kalimantan hilang dalam waktu 50 tahun terakhir.

"Lebih dari separuh hutan hujan Kalimantan hilang dalam 50 tahun terakhir, berganti dengan perkebunan monokultur dan lubang tambang batubara. Kini meningkatnya suhu bumi yang disebabkan pembakaran batu bara dan hilangnya hutan, membawa bencana Krisis Iklim ke tanah Borneo," cuit @GreenpeaceID pada Sabtu (16/1/2021).

Akun Twitter @GreenPeaceID juga meretweet kicauan jurnalis senior Farid Gaban yang menampilkan data deforestasi yang terjadi di Indonesia selama 25 tahun ke belakang. Berdasarkan data Human Development Report 2019 tersebut deforestasi masif terjadi sebesar 23,23 persen di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper