Bisnis.com, JAKARTA — Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri atau sering dipanggil dengan Gus Mus, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang baru saja ‘merevisi’ puisi terbarunya yang berjudul Belum Sempat.
Padahal puisinya tersebut baru saja dibuatnya pada 19 Agustus silam saat Tahun Baru Hijriah 1442 atau bahkan belum genap 5 bulan lalu.
Gus Mus yang juga dikenal sebagai penyair dan salah seorang dari pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB itu menuliskan ‘revisi’ puisinya tersebut di akun facebook @simbah.kakung.
Dalam postingan di akun facebooknya, Gus Mus menyebut salah seorang karibnya, Ikranegara yang juga suka merevisi puisi, baik puisinya sendiri maupun puisi orang lain.
“Itu dia buktikan, di zaman orba. Dia pernah membacakan puisiku di kampus UI Jakarta dan dia tambahkan beberapa kata. Hebatnya, puisiku itu menjadi lebih puitis,” ungkapnya.
Gus Mus mengaku tiba-tiba teringat dengan Ikranegara, kawan karibnya yang pernah memerankan Hadlratussyeikh KH Hasyim Asy'ari. “Tiba-tiba aku ingin 'merevisi' puisiku sendiri yang kutulis di tahun baru Hijriah tempo hari.”
Baca Juga
Adapun, puisi yang direvisinya sebagai berikut
Belum Sempat
belum sempat
aku menghormat jum'at
sabtuku sudah tiba lagi
kemarin rabuku belum lagi kulayani secara layak
kini kamisku sudah datang lagi seperti mendadak
kemarin masih tahun dua ribu dua puluh
kini sudah tahun baru lagi
tahun-tahun berjalan
bagai bulan
bulan-bulan berlari
bagai matahari
detik-detik melesat
bagai kilat
dan kita masih saja
seperti semula
bergeming bagai berhala
kita masih disini begini
merasa abadi.
Rembang 1.1.1442 H.
Lalu, seperti apa puisi berjudul Belum Sempat yang dibuat oleh Gus Mus pada 19 Agustus silam?
Belum Sempat
belum sempat
aku menghormat Jumat
sabtuku sudah tiba lagi
kemarin rabuku belum lagi kulayani secara layak
kini kamisku sudah datang lagi seperti mendadak
kemarin masih tahun seribu empat ratus empat puluh satu
kini sudah tahun baru lagi
tahun-tahun berjalan
bagai bulan
bulan-bulan berlari
bagai matahari
detik-detik melesat
bagai kilat
dan kita masih saja
seperti semula
bergeming bagai berhala
kita masih di sini begini
merasa abadi.
Rembang 1.1.1442 H.