Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti maraknya rangkap jabatan pejabat publik di sejumlah perusahaan milik negara atau BUMN.
Organisasi non pemerintah mengatakan fakta adanya rangkap jabatan itu menunjukkan pesan Presiden Joko Widodo pada Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia 29 November 2020 lalu mengenai percepatan reformasi birokrasi sebatas gimik politik.
Seperti diketahui dalam rentang tahun 2016-2019, Ombudsman RI, menemukan 564 komisaris BUMN yang diduga rangkap jabatan dan rangkap penghasilan, yang terdiri dari 397 di BUMN dan 167 lainnya di anak perusahaan BUMN.
Padahal, lanjut ICW, Pasal 17 huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik secara tegas melarang pelayan publik sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD.
Pelaksana yang dimaksud dapat merujuk pada Pasal 1 ayat (5) yaitu pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.
Menurut ICW fenomena rangkap jabatan seringkali membuka peluang terjadinya konflik kepentingan dan berpotensi melakukan korupsi.
Sayangnya di dalam program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi tidak terakomodir isu mengenai rangkap jabatan, khususnya di BUMN, anak perusahaan BUMN, dan BUMD.
Sementara itu, praktik memberikan jabatan kepada relawan dan sejumlah politisi pun merupakan hal yang seringkali dilakukan.
Setidaknya per 4 November 2020 terdapat 17 orang yang diberikan jabatan komisaris. Penunjukan seseorang menjadi komisaris sebuah perusahaan negara pun dinilai tidak transparan dan akuntabel karena tidak adanya indikator yang jelas.