Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catatan Akhir Tahun: Quo Vadis KPPU?

Undang-undang (UU) Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinilai sudah tidak sesuai dengan perkebangan zaman sehingga perlu direvisi. Sayang, rencana revisi tenggelam dalam pergantian rezim.
Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)./JIBI-Dwi Prasetya
Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com,JAKARTA - Nasib pengawasan persaingan usaha yang sehat kini bergantung pada pemerintah dan para wakil rakyat yang berwenang merevisi undang-undang.

Afif Hasbullah, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), menekankan bahwa komisi tempatnya bernaung tersebut merupakan 'anak kandung reformasi' yang didirikan berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam perjalanan, UU tersebut dinilai sudah tidak sesuai dengan perkebangan zaman sehingga perlu direvisi. Sayang, rencana revisi tersebut bubar setelah revisi yang sudah dibahas di DPR pada 2018, tidak disahkan hingga akhir masa jabatan DPR periode 2014-2019.

“Untuk tahun ini [2020] revisi UU tidak masuk ke dalam program legislasi nasional. Tahun depan pun sepertinya tidak. Sekarang tergantung kepada Pemerintah dan DPR mau di bawah ke mana KPPU ini. Kami hanyalah pelaksana UU,” ucapnya, belum lama ini.

Berdasarkan catatan Bisnis, setidaknya ada lima isu krusial terkait amandemen regulasi ini yakni penguatan kelembagaan KPPU sehingga sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggeser rezim merger dari post merger yang membebani pelaku usaha menjadi pre-merger notification yang sejalan praktek internasional terbaik.

Terkait persoalan merger ini, menurutnya, berdasarkan penelitian yang disampikan pada World Economic Forum, siklus hidup sebuah perusahaan hanya mencapai 13 tahun. Setelah itu, mereka akan melakukan merger atau akuisisi dan konsolidasi.

“Sebelumnya siklus hidup perusahaan bisa mencapai 100 tahun. Merger semakin dinaamis seiring platform ekonomi digital,” tuturnya.

Isu lainnya adalah perubahan formula denda persaingan menjadi setinggi-tingginya 30 persen dari penjualan barang di mana pelaku usaha melakukan pelanggaran dan mengadopsi program liniensi atau whistleblower, atau justice collabolator dengan memberi keringanan hukuman bagi pelaku usaha yang kooperatif selama periode pemeriksaan.

TAK MUDAH

“Terakhir, amandemen itu bisa memberikan perluasan kewenangan KPPU sehingga menjangkau pelaku usaha di negara lain tetapi memiliki kegiatan bisnis di Indonesia,” ungkapnya.

Juru Bicara KPPU Guntur Saragih mengungkapkan bahwa 2020 merupakan tahun yang tidak mudah, namun pihaknya tetap berusaha memberikan kinerja yang positif.

Tahun ini, hingga minggu keempat Desember 2020, KPPU menangani 36 perkara di mana 17 di antaranya merupakan kasus pelanggaran persaingan usaha, sementara 11 perkara merupakan keterlambatan pemberitahuan merger dan akuisisi serta 8 perkara pelanggaran pelaksanaan kemitraan.

Dari jumlah perkara tersebut, telah dihasilkan 15 putusan perkara. Jumlah putusan tersebut dari sisi jumlah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dikarenakan penghentian sementara penanganan perkara yang dilakukan di masa awal pandemi Covid-19 dan mengakibatkan beberapa perkara masih berada pada tahap pemeriksaan majelis komisi.

Lanjutnya, berbeda halnya dengan sisi litigasi. Hingga Desember, 72 persen putusan, yakni 168 putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Jumlah ini berada di atas target yang ditetapkan, yakni 62 persen.

Seluruh putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, berkontribusi bagi pendapatan negara hingga Rp 864 miliar. Khusus 2020, total realisasi pendapatan negara dari denda persaingan usaha telah mencapai Rp35,9 miliar.

“Dari sisi penerimaan laporan dugaan pelanggaran dari publik, terdapat penurunan penerimaan laporan dugaan pelanggaran sebesar 31,3 persen pada tahun ini, jika dibandingkan 2019," kata Guntur. 

Tahun lalu, laporan publik yang masuk mencapai 134  laporan, sementara tahun ini mencapai 92. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang mungkin menyulitkan berbagai pihak untuk membuat dan menyampaikan laporan.

Dari jumlah laporan yang telah diklarifikasi, sebanyak 82 laporan telah diselesaikan dan 26,8 persen diantaranya atau 22 laporan telah ditindaklanjuti ke tahap Penyelidikan.

"Sisanya masih dalam proses klarifikasi atau dinilai merupakan laporan tidak lengkap atau bukan merupakan kompetensi absolut KPPU,” ujarnya, Selasa (29/12/2020).

KPPU, tuturnya, juga menangani kasus berdasarkan inisiatif. Tahun ini, tercatat ada  34 penelitian perkara inisiatif, di mana 10 penelitian di antaranya telah ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan, 9 penelitian dihentikan dan 15 penelitian masih dalam proses penyelesaian. Beberapa penelitian perkara inisiatif yang dilakukan pada 2020 di antaranya adalah ekspor benih lobster, terigu, gula, dan bawang putih.

“Kami juga aktif melakukan upaya pemberian saran dan pertimbangan atas kebijakan Pemerintah. Dari sisi kebijakan, telah disampaikan 23 saran dan pertimbangan KPPU kepada pemerintah. Saran dan pertimbangan tersebut adalah berupa saran yang ditujukan atas kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi sebanyak 87 persen, maupun tindak lanjut atas putusan suatu perkara yakni 13 persen," paparnya. 

Sebagian besar saran dan pertimbangan, lanjutnya, terkait dengan kebijakan pemerintah untuk perlindungan produk dalam negeri khususnya kebijakan pengenaan bea masuk dan kebijakan dalam proses pengadaan barang dan jasa publik di berbagai sektor seperti transportasi dan konstruksi.

Pada aspek pengawasan merger dan akuisisi, di sepanjang tahun komisi berhasil menyelesaikan 213 penilaian, serta melimpahkan 9 kasus merger dan akuisisi untuk proses penyelidikan. Adapun aspek kemitraan usaha mikro kecil dan menengah juga mendapat perhatian serius oleh KPPU.

Untuk tahun ini, telah terdapat 15 laporan dugaan pelanggaran kemitraan yang masuk ke KPPU.

Sebelas di antaranya telah ditindaklanjuti dengan penyelidikan atau pemeriksaan, di mana 8 subjek telah masuk ke tahapan perkara atau pemeriksan pendahuluan tahap 2. Empat perkara di antaranya telah diberikan surat peringatan baik pertama maupun kedua.

Menurutnya, kebanyakan kasus dugaan pelanggaran kemitraan yang ditangani KPPU merupakan kemitraan inti plasma di sektor perkebunan, bagi hasil, atau distribusi atau keagenan.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper