Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan semula pengadaan paket bantuan sosial di Kementerian Sosial (Kemensos) berjalan lancar dan transparan.
Namun dalam pengadaan tahap kedua kejanggalan mulai tampak. KPK yang saat itu aktif mendampingi proyek bansos mulai curiga karena Kemensos tiba-tiba menutup diri dan tak mau menunjukkan rekanan yang ditunjuk dalam proyek bantuan untuk wong cilik tersebut.
Bisnis dalam sepekan terakhir berupaya melakukan konfirmasi ke pihak-pihak yang terkait penunjukkan rekanan pengadaan bansos. Termasuk menelusuri keberadaan PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang menjadi salah satu perusahaan yang ditunjuk Kemensos untuk pengadaan paket bantuan sosial.
Namun pihak Kemensos belum memberikan respons terhadap pertanyaan Bisnis terkait penunjukkan tersebut. Hal serupa juga dilakukan oleh pengelola gedung yang menjadi alamat kantor PT RPI.
Kendati demikian, dokumen profil perusahaan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkap beberapa beberapa kejanggalan soal keberadaan PT RPI.
Pertama, dokumen itu mengungkap bahwa PT RPI baru mendapatkan pengesahan pada tanggal 4 Agustus 2020 atau didirikan saat pandemi dan pencairan program basos berlangsung.
Pengesahaanya dilakukan oleh Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham dengan nomor SK Pengesahan : AHU-0037606.AH.01. 01.Tahun 2020
Kedua, perusahaan ini hanya memiliki modal dasar senilai Rp500 juta. Padahal proyek pengadaan paket bansos yang diberikan kepada tiga perusahaan, termasuk PT RPI nilainya mencapai Rp5,9 triliun.
Ketiga, struktur perusahaan itu bisa dibilang sangat ringkas atau sederhana. PT RPI hanya memiliki satu direktur dan satu komisaris. Direktur dijabat oleh Wan M. Guntar yang memiliki 250 lembar saham atau senilai Rp250 juta.
Sementara komisaris dipegang oleh Daning Saraswati. Daning juga memiliki 250 lembar saham atau Rp500 juta. Menariknya, baik Wan M.Guntar dan Daning Saraswati masing-masing masih berusia 28 dam 27 tahun.
"Memang ini yang akan kami dalami lebih lanjut. Pembuktian pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," imbuh Plt Jubir KPK Ali Fikri.
Dalam catatan Bisnis, penetapan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka bermula dari proyek pengadaan bansos penanganan Covid 19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari diketahui menunjuk Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Penyidik lembaga antikorupsi menduga dalam penunjukkan tersebut disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.
"Untuk fee tiap paket Bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu perpaket Bansos," demikian bunyi penjelasan resmi KPK.