Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Separatisme di Papua, Peneliti LIPI Sempat Soroti 4 Masalah Ini

Gerakan separatisme di Papua masih terus berlansung. Paling anyar mereka mendeklarasikan Pemerintah Sementara West Papua yang dipimpinan Benny Wenda.
Posisi saat memukul mundur massa aksi demo Papua Merdeka di Kota Sorong, Jumat (27/11/2020)./Antara
Posisi saat memukul mundur massa aksi demo Papua Merdeka di Kota Sorong, Jumat (27/11/2020)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mendeklarasikan Pemerintah Sementara West Papua dibawah pimpinan Presiden Interim Benny Wenda pada pukul 13.00 WITA atau 11.00 WIB Senin (1/12/2020).

Pendeklarasian kemerdekaan West Papua (mencakup Papua dan Papua Barat) yang dilakukan ULMWP ini dalam keterangan pers disebutkan sebagai deklarasi kebebasan dari sebuah penjajahan yang menurut mereka telah berlangsung sejak 1963.

"Hari ini, kami mengambil langkah lain menuju impian kami tentang Papua Barat yang bebas, mandiri, dan merdeka," ungkap Benny Wenda dalam rilis pers dikutip Selasa (2/11/202

Sementara itu, peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muridan S Widjojo, sembilan tahun lalu (15/11/2011) di Komisi I DPR RI pernah menyatakan bahwa masalah Papua dengan Indonesia mengalami kebuntuan politik yang meluas dan menjadi kompleks.

Berdasarkan studi yang dilakukan LIPI, Muridan kemudian menjelaskan empat masalah di Papua seperti dilansir situs LIPI pada Selasa (2/12/2020) berikut penjelasannya:

1. Masalah sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia.

"Orang Papua masih belum merasa bahwa proses integrasi ke dalam Indonesia itu benar. Itu harus dibicarakan," ungkap Muridan.

2. Masalah operasi militer yang terjadi.

Hal ini terjadi karena konflik masalah pertama yang tak terselesaikan. Lipi mencatat operasi militer yang berlangsung sejak tahun 1965 hingga kini, membuat masyarakat Papua memiliki catatan panjang mengenai kekerasan negara dan pelanggaran hak asasi manusia.

"Itu membuat masyarakat Papua semakin sakit hati terhadap Indonesia. Luka kolektif itu terpendam lama dan selalu mereka sosialisasikan itu di honai-honai [rumah], " kata Muridan dikutip Selasa (2/12/2020).

3. Penduduk Papua merasa termarginal.

Oleh karena dua alasan diatas kemudian muncul stigma masyarakat Papua sebagai orang yang termarginalkan.

"Dengan migrasi, pembangunan, dan lain-lain yang tidak melibatkan orang Papua, maka mereka merasa tersingkir, " kata Muridan.

Jika sudah merasa tersingkir dengan kenyataan kondisi pendidkan dan kesehatan yang buruk, lanjut Muridan, masyarakat Papua semakin merasa terdiskriminasi oleh proses modernisasi.

"Kalau Anda kurang gizi dan bodoh, maka Anda tidak akan dapat pekerjaan yang baik. Di situ Anda terdiskriminasi oleh struktur, " kata Muridan.

4. Kegagalan pembangunan Papua.

"Kita gagal membangun. Ukurannya sederhana saja, yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat, " kata Muridan.

Kenyataan di Papua, lanjut Muridan, mudah sekali menemukan sekolah yang tidak berjalan proses belajar mengajar karena tidak ada guru dan juga puskesmas yang kosong karena tidak ada tenaga medis dan obat-obatan.

"Negara tidak hadir di bagian-bagian di mana orang Papua membutuhkan, " kata Muridan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper