Bisnis.com, JAKARTA — Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang membahas optimalisasi penegakan hukum dalam penanganan perkara TPPU serta pemanfaatan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Pembahasan dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga merupakan Ketua Komite TPPU, Mahfud MD di Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Senin (30/11/2020).
“Secara filosofis, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 didasari untuk melakukan transformasi kewenangan penyidikan, dari semula single-investigator menjadi multi-investigator,” kata Mahfud seperti dikutip dalam keterangan tertulis PPATK.
Mahfud mengarahkan agar setiap penegak hukum memiliki pemahaman dan komitmen yang sama dalam penegakan hukum anti-pencucian uang.
Dia berharap seluruh penegak hukum dapat berkoordinasi dengan intensif, sekaligus mengevaluasi praktik implementasi UU TPPU agar penegakan hukum anti-pencucian uang dapat berjalan optimal.
“Penggunaan instrumen hukum anti-pencucian uang juga dapat memberikan dampak positif penilaian dunia internasional, karena sebagai bukti terjaganya stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan Indonesia,” tuturnya.
Baca Juga
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menambahkan berdasarkan hasil Asesmen Risiko Nasional Tindak Pidana Pencucian Uang, tindak pidana asal yang paling berisiko terdiri atas tindak pidana narkotika, korupsi, perbankan, kehutanan, pasar modal, perpajakan, dan lain-lain.
Dian berharap penegak hukum dapat memprioritaskan penuntutan tindak pidana yang paling berisiko tersebut dapat diikuti dengan penuntutan atas TPPU agar sejalan dengan Asesmen Risiko Nasional.
Terkait dengan optimalisasi produk PPATK berupa Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Dian menjelaskan hal itu tidak hanya bermanfaat dalam proses penegakan hukum, tetapi juga dalam meningkatkan penerimaan negara. Data LHA dan LHP PPATK telah berkontribusi terhadap penerimaan negara yang signifikan.
Dalam pertemuan Komite TPPU itu dia juga menyampaikan urgensi pembentukan Satuan Tugas Data Statistik TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Satgas ini dibentuk untuk mengelola data statistik yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam Komite TPPU sehingga dapat digunakan untuk menjadi bahan tindak lanjut atau keputusan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.
“Satgas Statistik juga akan mengelola data properti yang diblokir, disita, dan dirampas. Termasuk data bantuan hukum timbal balik atau permintaan kerja sama internasional lainnya yang diajukan dan yang diterima,” kata dia.