Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Remdesivir Tak Lagi Jadi 'Obat' Covid-19, Produsennya Protes WHO

Remdesivir merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengobati infeksi virus Corona Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Satu botol obat Remdesivir terletak selama konferensi pers tentang penelitian Remdesivir pada pasien di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman,8 April 2020./ Ulrich Perrey-AFP-Bloomberg.
Satu botol obat Remdesivir terletak selama konferensi pers tentang penelitian Remdesivir pada pasien di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman,8 April 2020./ Ulrich Perrey-AFP-Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA - Gilead, perusahaan biofarmasi asal Amerika Serikat yang memroduksi Remdesivir mempertanyakan hasil Uji Solidaritas yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pasalnya, uji coba besar yang dipimpin WHO dan dikenal sebagai Uji Solidaritas menghasilkan temuan yang membuat Remdesivir tidak lagi direkomendasikan untuk pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.

Panel Kelompok Pengembangan Pedoman (Guideline Development Group/GDG) WHO, Jumat (20/11/2020), menyatakan tidak ada bukti bahwa obat produksi Gilead itu dapat semakin menyelamatkan nyawa atau mengurangi kebutuhan penggunaan ventilator.

"Veklury [merek dagang untuk produk Remdesivir] diakui sebagai standar perawatan untuk perawatan pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 dalam pedoman dari berbagai organisasi nasional yang kredibel," kata Gilead dalam pernyataan.

Gilead menyatakan kecewa dengan pedoman WHO yang dinilai mengabaikan bukti ketika kasus virus Corona atau Covid-19 meningkat secara signifikan di seluruh dunia.

"Dan dokter mengandalkan Veklury sebagai pengobatan antivirus pertama dan satu-satunya yang disetujui bagi pasien Covid-19," demikian pernyataan perusahaan farmasi itu.

Panel WHO mengatakan rekomendasinya didasarkan pada tinjauan bukti, yang mencakup data dari empat uji coba acak internasional dengan melibatkan lebih dari 7.000 pasien yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19.

Setelah meninjau bukti, panel mengatakan, disimpulkan bahwa Remdesivir, yang harus diberikan secara intravena dan oleh karena itu mahal dan rumit untuk diberikan, tidak memiliki efek yang berarti pada tingkat kematian atau hasil penting lainnya bagi pasien.

"Terutama mengingat implikasi biaya dan sumber daya yang terkait dengan Remdesivir [...] panel merasa bertanggung jawab harus menunjukkan bukti kemanjuran, yang tidak ditetapkan oleh data yang tersedia saat ini," tambahnya.

Nasihat WHO terbaru muncul setelah salah satu badan utama dunia yang mewakili dokter perawatan intensif mengatakan antivirus tidak boleh digunakan untuk pasien Covid-19 di bangsal perawatan kritis.

Rekomendasi WHO itu, yang tidak mengikat, adalah bagian dari apa yang disebut proyek 'pedoman hidup', yang dirancang untuk menawarkan panduan bagi para dokter untuk membantu mereka membuat keputusan klinis tentang pasien dalam situasi yang dinamis seperti pandemi Covid-19. Panduan tersebut dapat diperbarui dan ditinjau kembali saat bukti dan informasi baru muncul.

Anjuran WHO itu menjadi sebuah kemunduran untuk Remdesivir tersebut sejak awal pandemi Covid-19 menarik perhatian dunia sebagai pengobatan yang berpotensi efektif sebagai obat Covid-19 dan setelah beberapa uji coba sebelumnya tampak menjanjikan. 

Pada akhir Oktober, Gilead memangkas perkiraan pendapatan tahun 2020, dengan alasan permintaan lebih rendah daripada perkiraan dan kesulitan dalam memprediksi penjualan Remdesivir.

Antivirus itu adalah satu dari hanya dua obat yang saat ini diizinkan untuk mengobati pasien Covid-19 di seluruh dunia. Namun, Uji Solidaritas menunjukkan pada Oktober bahwa antivirus itu hanya memiliki sedikit atau tidak berpengaruh pada kematian atau lamanya masa rawat inap 28 hari di rumah sakit untuk pasien Covid-19.

Remdesivir merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengobati infeksi virus Corona Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dan telah ditunjukkan dalam penelitian sebelumnya dapat mempersingkat waktu pemulihan. Remdesivir diizinkan atau disetujui untuk digunakan sebagai pengobatan Covid-19 di lebih dari 50 negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper