Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan Asia untuk tahun ini menjadi -2,2 persen, turun 6 poin persentase dari perkiraan Juni lalu. Penurunan peringkat sebagian besar disebabkan oleh kontraksi yang lebih tajam di India, Filipina, dan Malaysia.
IMF juga menyebut partisipasi pasar tenaga kerja sebagai salah satu faktor yang menjadikan pemulihan di kawasan ini harus menempuh jalan panjang dan sulit, meski ditopang proyeksi pertumbuhan China sebesar 1,9 persen tahun ini.
"Indikator pasar tenaga kerja semakin memburuk dibandingkan selama krisis keuangan global. Jumlah jam kerja menurun karena tingkat pekerjaan dan jam kerja per karyawan juga turun," kata IMF dalam laporan bertajuk Regional Economic Outlook Asia Pacific, Kamis (22/10/2020).
Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO belum lama ini mencatat di awal masa pandemi atau pada kuartal kedua 2020, penurunan jam kerja di Asia Pasifik diperkirakan mencapai 15,2 persen atau setara 265 juta pekerjaan purna waktu. Kemudian diperkirakan turun pada kuartal ketiga dan keempat masing-masing menjadi 10,7 persen (185 juta pekerjaan purna waktu) dan 7,3 persen (125 juta pekerjaan purna waktu).
Selain itu, partisipasi angkatan kerja terutama pada kelompok rentan seperti perempuan dan pekerja muda juga memperburuk kondisi. Konsekuensinya, jurang ketimpangan melebar dan koefisien gini meningkat.
Hal itu akan berimplikasi pada keberlanjutan pertumbuhan jangka menengah yang rendah, serta dapat memicu tensi sosial di negara-negara dengan ketimpangan tinggi sebelum pandemi.
Baca Juga
"Pandemi Covid-19 kemungkinan akan meningkatkan ketimpangan lebih jauh dalam jangka menengah, kecuali jika kebijakan berhasil mengubah pola historis," ujar IMF.