Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Sebut Pemulihan Asia akan Panjang dan Sulit

IMF memperingatkan risiko penurunan yang signifikan dan kerusakan panjang karena partisipasi pasar tenaga kerja yang jatuh dengan kelompok rentan menjadi yang paling terpukul.
Logo The International Monetary Fund (IMF)./Reuters
Logo The International Monetary Fund (IMF)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Kawasan Asia Pasifik kemungkinan akan tetap mengalami output ekonomi di bawah tren sebelum pandemi selama jangka mengenah, bahkan ketika China memimpin pemulihan dunia.

Dana Moneter Internasional atau IMF memperingatkan risiko penurunan yang signifikan dan kerusakan panjang karena partisipasi pasar tenaga kerja yang jatuh dengan kelompok rentan menjadi yang paling terpukul.

Sementara itu, pemberi pinjaman yang berbasis di Washington itu mengatakan Asia perlahan-lahan keluar dari resesi terburuk yang pernah terjadi, IMF menurunkan perkiraan pertumbuhan regionalnya menjadi -2,2 persen pada 2020 atau 0,6 poin persentase lebih rendah dari perkiraan Juni lalu.

Penurunan peringkat tersebut sebagian besar disebabkan oleh kontraksi yang lebih tajam di India, Filipina, dan Malaysia. Sedangkan China diproyeksi tumbuh 1,9 persen tahun ini.

"Kembali ke kapasitas penuh akan menjadi kerja keras yang panjang," tulis IMF dalam laporan Regional Economic Outlook, dilansir Bloomberg, Kamis (22/10/2020).

IMF menggarisbawahi kekhawatiran yang sedang berlangsung terhadap penyebaran infeksi, langkah-langkah jarak sosial dan penutupan perbatasan yang terutama akan menghantam negara-negara yang bergantung pada pariwisata.

"Tidak terlalu dini dengan menarik dukungan baik fiskal dan moneter harus menjadi agenda pembuat kebijakan tidak hanya di China, tetapi juga secara global," kata Helge Berger, kepala misi IMF di China.

Prospek suram IMF untuk Asia menggarisbawahi betapa sulitnya jalan menuju pemulihan bahkan di kawasan yang mendorong pertumbuhan global. Prospek juga mengeyampingkan keberhasilan pengendalian pandemi di negara-negara seperti China dan Korea Selatan.

Selain itu, hal lain yang menghambat pemulihan adalah pekerjaan yang mengalami pukulan yang jauh lebih besar daripada selama krisis keuangan global. Perempuan dan pekerja muda menjadi yang paling terpukul.

IMF mengatakan monetisasi utang dapat menjadi pilihan sebagai langkah yang dapat ditawarkan pemerintah dan bank sentral kepada ekonomi mereka.

"Dalam beberapa kasus di mana inflasi tetap rendah, monetisasi utang dapat dilakukan, asalkan dikomunikasikan dengan baik, terbatas dalam ukuran, terikat waktu, dan diterapkan dalam kerangka operasional yang jelas yang menjaga independensi bank sentral dan tidak menghalangi kebijakan moneter," kata IMF.

Krisis saat ini telah mendorong beberapa bank sentral di Asia, seperti Bank Indonesia, untuk membeli utang negara secara langsung, sementara yang lain mengatakan itu adalah opsi yang dapat digunakan jika diperlukan. Kritikus mengatakan kebijakan tersebut berisiko mengipasi inflasi dan merusak mata uang di negara berkembang, sehingga mengikis kepercayaan investor asing.

IMF juga memperingatkan, ketegangan geopolitik, terutama antara AS dan China, juga dapat menghentikan pemulihan mengingat peran sentral Asia dalam rantai nilai global.

"Meskipun pemulihan China dapat meningkatkan perdagangan regional dan pertumbuhan global yang lemah, tetapi ketegangan seputar perdagangan, teknologi, dan keamanan telah memperburuk prospek pemulihan yang dipimpin perdagangan di kawasan," kata IMF.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper