Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Besok Eks-Sekretaris MA Nurhadi Jalani Persidangan, KPK Masih Telaah Dugaan TPPU

KPK telah mengumpulkan alat bukti terkait pengenaan pasal TPPU ini selebihnya masih dilakukan kajian secara mendalam.
Eks-Sekjen MA Nurhadi saat berada di Gedung KPK/Antara
Eks-Sekjen MA Nurhadi saat berada di Gedung KPK/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Sidang perdana eks-Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diagendakan berlangsung besok, Kamis (22/10/2020).

Persidangan akan dilakukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

"Sesuai Penetapan Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta Pusat, persidangan perdana atas nama Terdakwa Nurhadi Dkk. dengan agenda pembacaan surat dakwaan akan dilaksanakan Kamis, 22 Oktober 2020 jam 10.00 WIB," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (21/10/2020).

Dalam kasus ini Nurhadi didakwa menerima suap terkait pengurusan perkara di MA.

Dalam dakwaan , kata Ali, Nurhadi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau kedua Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan dakwaan Kedua : Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ali mengatakan terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang disangkakan ke Nurhadi, akan ditelaah terlebih dahulu.

Menurut Ali KPK telah mengumpulkan alat bukti terkait pengenaan pasal TPPU ini.

"Terkait penerapan pasal TPPU, beberapa bukti petunjuk sudah kami kumpulkan namun lebih dahulu akan ditelaah lebih lanjut terutama terkait dengan unsur tindak pidana asal/predicate crime dalam kasus tersebut," katanya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango mengatakan pihaknya telah melakukan ekspose atau gelar perkara dugaan tindak pidana pencucian uang eks-Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurachman.

Nawawi mengatakan KPK bakal menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) TPPU Nurhadi dalam waktu dekat.

"Sudah pernah ada ekspose, tinggal nunggu aja. Mungkin dalam waktu yang dekat," kata Nawawi, Senin (14/9/2020).

Dia mengatakan pihaknya tengah berupaya agar penyidikan TPPU Nurhadi segera berjalan. Hanya saja, kata Nawawi, saat ini masih dalam masa pandemi.

"Kita upaya kan seperti itu. Teman-teman lihat kan kondisinya kayak gini. Pasti kita terus bekerja, teman-teman satgas semua terus bekerja seoptimal mungkin," kata Nawawi.

KPK mengisyaratkan akan mengembangkan kasus suap perkara di Mahkamah Agung yang menjerat eks-Sekretaris MA Nurhadi dengan menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Peluang itu makin terbuka setelah KPK melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi mengenai aset-aset yang dimiliki Nurhadi maupun istrinya, Tin Zuraida.

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Lokataru Foundation telah menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka meminta agar perkara eks-Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dikembangkan ke Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, berdasarkan sejumlah data yang dikumpulkan, kekayaan Nurhadi terpantau tidak wajar.

"ICW dan Lokataru mengirimkan surat kepada KPK agar segera mengembangkan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi," kata Kurnia dalam pesan tertulis, Rabu (22/7/2020).

KPK sejauh ini sudah menyita sejumlah aset yang diduga terkait dengan Nurhadi. Terakhir, KPK menyita lahan yang berada di Desa Padang Bulu Lama, Padang Lawas, Sumatra Utara (Sumut), dengan luas 33.000 meter persegi.

Nurhadi telah ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016. Selain Nurhadi KPK telah menetapkan Rezky Herbiyono (RHE) swasta atau menantu Nurhadi dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) sebagai tersangka.

Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Penerimaan suap terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar. Akumulasi suap yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper