Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Alumni (Iluni) Universitas Indonesia meminta pemerintah membuka akses naskah final Undang-Undang (UU) Cipta Kerja untuk khalayak umum.
Ketua Iluni UI Herzaky Mahendra Putra mengatakan hal ini dilakukan agar pemerintah memenuhi prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas penyelenggaraan negara.
"Ketiadaan akses publik terhadap naskah final UU Cipta Kerja menyebabkan kontroversi dan polarisasi. Sehingga, pemerintah harus segera membuka akses final UU Cipta Kerja ke masyarakat," kata Herzaky dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).
Ia mengatakan ada catatan keras dari publik mengenai proses perumusan UU Cipta Kerja yang dinilai sangat tertutup. Penyusunan UU Cipta Kerja, ia sebut sangat minim partisipasi publik, dunia akademisi, koalisi masyarakat sipil, dan kelompok masyarakat terdampak.
Selain itu, proses perumusan ini bukan menjadi preseden bagi proses perumusan RUU ke depannya. Apalagi proses pengesahannya yang menabrak beberapa aturan pengambilan keputusan di DPR.
Menurutnya, sebagai lembaga legislatif, seharusnya DPR menjadi contoh dalam kepatuhan menjalankan peraturan.
Baca Juga
"Niat baik saja tidak cukup. Bagaimanapun, tata cara menjadi penting. Karena niat baik adanya di dalam hati, sedangkan kepatuhan pada peraturan, prosedur, dan hukum menjadi preseden dan teladan sebagai negara hukum," kata Herzaky.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum untuk Semua (YLBHI) Asfinawati mengatakan kasus UU Cipta Kerja sebagai cacat formil dan pelanggaran dalam penyusunan UU. Apalagi, ia mengatakan naskah UU ini disembunyikan pada saat pembahasan di pemerintah.
Selain itu, Asfin mengatakan ada konflik kepentingan di dalam Satgas Omnibus Law yang berisi 127 orang pengusaha.
"Buktinya sekarang royalti tambang bisa 0 persen. Logika di balik pembangunan itu kan agar ada uang yang masuk ke negara. Kalau royalty 0 persen terus negara dapat apa?" pungkasnya.