Bisnis.com, JAKARTA — Pelaksana Harian (Plh) Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (Plh) Saleh Partaonan Daulay mengatakan meski ada catatan kritis, namun RUU Cipta Kerja bertujuan membuat iklim investasi menarik bagi investor untuk masuk ke Indonesia.
Menurutnya, RUU tersebut selain memudahkan investasi juga lebih ramping, karena merupakan penyederhanaan dari setidaknya 79 Undang-undang dengan 1.244 pasal serta 11 klaster.
“Meskipun Fraksi PAN memahami dan menyetujui disahkannya RUU menjadi UU, namun demikian, Fraksi PAN memiliki sejumlah catatan kritis. Catatan-catatan kritis ini telah disampaikan dalam rapat-rapat Panja yang sudah dilaksanakan,” katanya disela-sela sidang paripurna pengesahan RUU Ciptaker hari ini, Senin (5/10/2020).
Menurutnya, catatan-catatan kritis ini dihimpun dari masyarakat yang merupakan akumulasi dari aspirasi yang disampaikan kepada Fraksi PAN.
"Namun harus disadari, Fraksi PAN tentu tidak bisa sendiri dalam menyuarakan dan memperjuangkannya,” ujarnya.
Oleh karena itu, dia mengatakan tidak heran jika tidak semua catatan kritis itu bisa diakomodir dan dimasukkan dalam Undang-undang.
Baca Juga
Adapun catatan-catatan kritis Fraksi PAN tersebut diantaranya adalah bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja ini terlalu tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Karena itu, tidak berlebihan jika kemudian dikatakan bahwa hasil dari RUU ini kurang optimal.
“Oleh karena itu, penyusunan aturan turunannya perlu menyerap aspirasi publik secara luas,” katanya kepada Bisnis.
Sedangkan dari sektor kehutanan, Fraksi PAN menilai bahwa aturan yang ada dalam UU Omnibus Law masih mengesampingkan partisipasi masyarakat, terutama dengan penghapusan izin lingkungan dan penyelesaian konflik lahan hutan. Begitu juga dengan masyarakat adat dan perkebunan sawit serta tumpang tindih antara areal hutan dengan izin konsesi pertambangan.
Fraksi PAN, katanya, juga menilai bahwa jumlah pemberian pesangon bagi karyawan yang berhenti bekerja adalah tetap sebanyak 32 kali gaji. Hanya saja yang membuat berbeda ialah pesangon itu tidak saja dibayarkan oleh pemberi kerja, tetapi juga dibayar oleh Pemerintah.
Dia mengatakan saat terjadi pemutusan hak kerja (PHK) dan pemberi kerja wajib membayar pesangon sebesar 23 kali gaji. Sedangkan pemerintah membayar sembilan kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Hal ini jelas meringankan beban yang harus dibayar pengusaha atau pemberi kerja, serta tidak mengurangi hak buruh dalam menerima pesangon. Namun Fraksi PAN menilai bahwa skema ini perlu diatur dan diperdalam lebih lanjut. Sebab skema JKP ini direncanakan juga akan menyerap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN),” ujarnya.
Pandangan fraksi PAN tersebut, ujarnya, telah disampaikan secara terbuka dalam rapat-rapat Panja. Pandangan yang lebih lengkap juga disampaikan dalam rapat paripurna DPR RI.
“Fraksi PAN berharap agar kelahiran UU ini dapat membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi masyarakat luas,” ungkapnya.