Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah diplomat muda Indonesia memanfaatkan hak jawab untuk memberikan pernyataan tegas terkait isu teritorial Indonesia, khususnya Papua Barat di Sidang Majelis Umum.
Seperti diketahui, sejumlah negara Pasifik seperti Vanuatu dan Solomon berulang kali menuduh Indonesia soal pelanggaran HAM di Papua Barat.
Namun, diplomat Indonesia telah menyiapkan jawaban tegas untuk menangkis tuduhan tersebut. Mereka menegaskan bahwa negara-negara Pasifik tadi terlalu mencampuri urusan domestik Indonesia.
Berikut ini daftar sejumlah diplomat tersebut:
Nara Rakhmatia
Dalam sidang Majelis Umum PBB ke-71 September 2016, perempuan lulusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia ini menyebut Kepulauan Solomon menggunakan alasan HAM untuk mendukung pergerakan separatisme.
Dia juga menegaskan bahwa Solomon menerima informasi yang salah dari kelompok separatis.
"Hal itu kembali memperlihatkan pencederaan prinsip dan tujuan Piagam PBB dengan terang-terangan ikut campur dan melanggar urusan internal negara lain dan kedaulatan serta integritas teritorial bangsa lain," katanya.
Tangkapan layar dari video Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman saat berbicara di forum PBB. Bisnis - Ropesta Sitorus
Ainan Nuran
Ainan 'menampar' perwakilan Vanuatu dalam Sidang Majelis Umum PBB pada 2017. Dia menegaskan sambil menunjukkan gestur telunjuknya bahwa kelompok separatis telah menyebarkan hoax dan tuduhan keliru yang dilatar belakangi mencari uang.
"Negara-negara [penyerang] ini dibutakan secara menyedihkan, mereka gagal memahami dan lebih tepatnya enggan mengerti," katanya.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan pembangunan di Papua dan Papua Barat.
"Papua dan Papua Barat adalah provinsi yang integral dan berdaulat yang merupakan bagian dari Indonesia dan mereka akan tetap menjadi bagian Indonesia," tegasnya.
Ainan adalah staf Perwakilan Tetap RI untuk PBB lulusan UI pada 2009.
Aloysius Selwas Taborat
Sikap Vanuatu yang terus-menerus menuduh Indonesia soal Papua merupakan tindakan yang menentang hubungan internasional, kedaulatan, dan integritas wilayah antar negara. Hal itu disampaikan diplomat muda, Aloysius yang merupakan lulusan Universitas Brawijaya pada Sidang Majelis Umum PBB ke-73.
"Ini adalah dukungan yang tidak bisa dimaafkan kepada separatis. Ini jelas memperlihatkan keikutsertaan Vanuatu dengan orang-orang yang memiliki sejumlah catatan kriminal dan agenda separatis pada delegasinya di PBB," cecarnya.
Ray
Sebagai diplomat yang berdarah asli Malenesia, dia menyatakan kecamannya terhadap upaya kelompok separatis yang memecah belah bangsa Indonesia. Hal ini yang membuat Ray ditugaskan untuk menyampaikan hak jawab di Sidang Majelis Umum PBB tahun lalu.
"Papua adalah dan telah dan selalu bagian dari Indonesia. Vanuatu selalu mempertanyakan Papua. Apakah Anda [Vanuatu] sudah benar-benar melihat fakta hukum dan sejarah status Papua?," tegasnya.
Dia meminta Vanuatu mencari fakta terkait Papua sehingga tidak mengulang-ulang kesalahpahaman ini.
Silvany Austin Pasaribu
Balasan Indonesia semakin pedas pada tahun ini. Dalam sidang Majelis Umum PBB ke-75 pada 2020, Silvany meminta Vanuatu tidak mengintervensi urusan dalam negeri dan menghormati kedaulatan serta integritas wilayah Indonesia.
Dia menyinggung, di tengah kondisi krisis akibat pandemi Covid-19, Vanuatu memilih menanamkan permusuhan dan perpecahan dengan mendukung separatisme.
Silvany juga menyebut bahwa Vanuatu tidak menanda tangani konvensi internasional tentang hak-hak ekonomi sosial dan budaya sebagai instrumen HAM.
"Anda bukan perwakilan masyarakat Papua. Dan berhenti berkhayal menjadi salah satu darinya," tutupnya.
Silvany merupakan Sekretari Kedua untuk Urusan Ekonomi I untuk Perutusan Tetap RI di PBB di New York, AS. Dia lulus dari Universitas Padjajaran.