Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilkada 2020 Dipaksakan, Risikonya Nyawa dan Kualitas Demokrasi

Pemilihan Kepala Daerah yang akan dihelat 9 Desember 2020 akan ditebus dengan ongkos politik yang sangat besar dan penurunan kualitas demokrasi.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 akan digelar pada 9 Desember 2020./KPU
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 akan digelar pada 9 Desember 2020./KPU

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pakar politik menilai pelaksanaan Pilkada 2020 yang dipaksakan di tengah pandemi akan berisiko terhadap nyawa masyarakat dan kualitas demokrasi.

Wijayanto, Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengatakan memaksakan Pilkada pada tahun ini akan ditebus dengan ongkos politik yang sangat besar. Sosialisasi yang terbatas lantaran Covid-19 juga akan berpengaruh terhadap kualitas Pemilu.

"Kalau tidak ada sosialisasi kepada pemilih, ya pemilih tidak tahu siapa calonnya. Nanti yang dikorbankan kualitas s demokrasi. Kalau sosialisasi dilakukan secara offline, risikonya adalah nyawa," katanya dalam webinar Politik Uang dalam Pilkada di Masa Pandemi, Rabu (16/9/2020).

Alhasil, kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi Indonesia akan semakin buruk. Hal ini akan menjadi catatan gelap bagi demokrasi Indonesia yang tengah mengalami kemunduran.

Selain itu, penetrasi internet yang rendah juga masih menjadi tantangan bagi kesadaran kampanye lewat online. "Siapa sih yang mau gabung di Zoom Meeting untuk mendengarkan kampanye. Saya kok ragu," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, ahli politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar mengungkapkan adanya 60 bakal calon kepala daerah yang terinfeksi Covid-19 menunjukkan bahwa Pilkada tahun ini akan berakibat serius.

Berdasarkan riset kecil kepada 100 responden yang dia lakukan, sebanyak, 74,7 persen responden memilih untuk menunda Pilkada pada 2021. "Artinya ada kegundahan dari masyarakat terkait pilkada tahun ini di tengah pandemi," tuturnya.

Menurutnya, kesehatan adalah kewajiban, bukan sebuah pilihan. "Pemerintah harus memprioritaskan itu sebagai jalan terbaik ketimbang melaksanakan Pilkada," lanjutnya.

Namun, ketika tidak ada tawar menawar untuk penundaan Pemilu, maka pemerintah dan KPU harus memastikan protokol kesehatan dilakukan secara ketat dan seksama. 

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Betty Idroos mengatakan sebagai penyelenggara, pihaknya harus menjalankan ketentuan Undang-undang yang berlaku untuk tetap melaksanakan Pilkada di tengah pandemi. 

Dia mengakui, perlu kajian lebih mendalam soal kesiapan penggunaan e-voting. Untuk itu, Pilkada tahun ini masih menggunakan surat suara.  

Masyarakat harus terus diingatkan soal protokol kesehatan seperti menggunakan masker dan mencuci tangan. "Keputusan sudah diambil, perlu PR yang ketat untuk penyelenggaraan ini sehingga situasi yang tidak mengenakkan tidak banyak terjadi," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper